Perjuangan Anak-anak dan Lansia Belajar Alquran di Kampung Santri Langkoroni

Perjuangan Anak-anak dan Lansia Belajar Alquran di Kampung Santri Langkoroni
BELAJAR NGAJI - Sejumlah santri saat belajar ngaji dan menyetor hafalan surah. (Nasrudin/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, RAHA – Pagi itu, sejumlah anak-anak dan wanita lanjut usia (lansia) dengan raut wajah sumringah dan berbinar nampak tergopoh gopoh. Mereka mengenakan sarung warna warni hingga sepinggang dengan hijab tertutup, terlihat bersemangat mempercepat langkahnya menuju rumah salah satu guru ngaji.

Rupanya, hari ke 14 Ramadan 1440 H itu, merupakan jadwal rutin untuk menyetor hafalan dan belajar tafsir Alquran di salah satu Tempat Pengajian Alquran (TPQ) yang terletak di desa Langkoroni, kecamatan Maligano, kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra).

Desa Langkoroni yang kini telah dikukuhkan sebagai kampung santri oleh pemerintah daerah Muna kian berkembang, gegap gempita syiar Islam di wilayah Muna bagian Timur itu semakin kental. Bahkan kini, semua warga desa berstatus sebagai santri.

Baca Juga : Alquran Tulisan Tangan Berusia 500 Tahun Peninggalan Kerajaan Muna

Ratusan santri di desa itu terbagi di empat lokasi yakni berada desa pusat, dusun Lebo, Trans I dan Trans II. Di desa pusat diketuai oleh ustad Alimin, di bagian dusun Lebo ada ustad Mubarok sebagai pengajar dan Trans I dipimpin ustad Abdullah Puang sementara di Trans II ada ustad Adromi yang kini berdomisili di desa itu.

Keberadaan para tenaga pengajar yang mengantongi segudang ilmu agama merupakan hidayah bagi warga setempat.

Awak zonasultra.id pun berkesempatan bertemu dengan ustad Alimin (60) sebagai tenaga pengajar TPQ di desa pusat Langkoroni.

Ustad Alimin mengisahkan, awalnya kondisi warga mayoritas muslim di desa tersebut, masih belum bisa baca tulis alquran dengan baik. Meski sebelumnya sudah pernah mengaji, namun tanpa dibekali bacaan yang benar dan tepat. Panjang pendeknya bahkan tajwid belum beraturan.

Sejak kedatangannya 7 bulan lalu, Alimin bersama istrinya di kampung santri langsung menghadap kepala desa Langkoroni Awaludin untuk mengajar dan membuka TPQ di desa itu.

Respon warga pun variatif. Sebagian warga enggan belajar Al quran karena merasa hal itu tak penting. Namun karena himbauan dari pemerintah desa untuk menghidupkan syiar agama, warga pun menerima langkah itu.

“Awalnya yang mau belajar ngaji cuma 30 orang, itupun hanya dari anak-anak. Namun seiring berkembangnya waktu saat ini mulai dari tingkat TK hingga dewasa bahkan lansia ikut belajar alquran,” cerita ustad Alimin saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.

Sejak 2018 lalu, semangat warga untuk belajar Alquran semakin membaik. Hampir semua warga saat ini telah belajar ngaji dan mencoba memahami tafsir Alquran bahkan soal hadist.

Baca Juga : Bukber di Pondok Pesantren Ibnu Abbas, Polres Muna Beri Bantuan Alquran

Alimin yang juga merupakan jebolan dari pondok pesantren Al Munawir Kerapian Jogjakarta itu mengajar menggunakan metode pengajian ala pondok.

Mulai dari Iqra hingga Alquran besar. Bahkan saat ini para santri sudah mulai menghafal surah. “Alhamndulilah sekarang sudah ada santri yang hafal 70 ayat dari surah Al Baqarah,” semangatnya.

Gunakan Metode Belajar Lengkap

Ustad Alimin memperlihatkan penghargaannya dalam kedokteran Islam di Malaysia
Ustad Alimin memperlihatkan penghargaannya dalam kedokteran Islam di Malaysia

Metode pengajaran yang dibawakan oleh ustad yang memiliki sanad Alquran 30 juz ini menggunakan paket lengkap. Mulai dari bacaan, tajwid arti hingga tafsirannya.

“Materi yang disampaikan sedikit demi sedikit, namun itu lengkap. Setiap santri tidak dituntut cepat menyelesaikan bacaan atau hafalan, namun pelan. Bacaannya benar, tajwidnya, arti hingga tafsirannya sesuai,” kata ustad.

Selain belajar Alquran, saat ini para santri sangat bersemangat mendengarkan kajian kajian islam yang bersumber dari Alquran dan hadist Rasullulah.

“Setiap jadwal kajian, TPQ ini dipenuhi dengan warga. Mereka sangat antusias mendengarkan setiap materi yang disampaikan. Makanya saya juga semakin bersemangat,” kisah pria yang pernah menempuh pendidikan kedokteran di Malaysia.

Salah satu santri, Mariana (39) menuturkan di lingkungannya ada sekitar 130 santri yang kini aktif belajar. Semua santri belajar dari dasar Iqra satu. Padahal ia dulunya sudah sering khatam Alquran.

“Belajar sama pak haji, semua kembali ke dasar dari Iqra, karena bacaan ku selama ini tidak sesuai dengan tajwid yang benar,” ucapnya.

Baca Juga : Mengintip Kelompok Pemuda di Kolut yang Kembali Belajar Alquran

Awalnya ia mengaku kesulitan karena harus belajar dari awal lagi, panjang pendeknya harus jelas tajwidnya. “Tapi karena materi yang disampaikan bagus maka saya cepat mengerti. Tiga bulan belajar sekarang sudah alquran besar,” ulas Mariana.

Ramadan Semakin Membentuk Karakter Para Santri

Perjuangan Anak-anak dan Lansia Belajar Alquran di Kampung Santri Langkoroni
Gubuk dan tempat tinggal sekaligus TPQ yang didirikan sederhana oleh Alimin bersama istrinya.

Ramadan tahun ini semakin menempah semangat para santri untuk mendalami Alquran. Setiap hari ibadah mendominasi aktivitas para santri, mulai salat isya hingga selesai salat tarwih dilanjutkan dengan tadarus Alquran.

Begitu pula usai ba’da subuh kajian rutin dan tafsir Alquran hingga menjemput fajar menjadi rutinitas selama Ramadan.

“Setelah salat subuh kita lanjutkan pengajian tajwid dan tafsir alquran. Saya senang para santri mulai dari anak tingkat TK hingga orangtua semangatnya luar biasa,” kata ustad.

Metode pengajaran yang digunakan di Ramadan ini, sistemnya tersendiri. Karena daya serap setiap santri berbeda beda. Setiap ayat yang dibaca harus dikuasai dan difahami. Baik artinya, tajwid hingga tafsirannya.

Seperti bacaan ayat yang terdapat dalam surah Al Baqarah. Setelah dibaca dan dihafal mereka langsung mempraktekannya.

#Pulang Kampung Demi Syiar Agama

Ustad Alimin yang sudah melanglang buana di beberapa negara seperti di negeri jiran Malaysia. Juga mengajar alquran dan hadist bagi warga Indonesia yang berada di perantauan. “Di Malaysia sekitar 30 tahun ngajar. Saya sempat dipercaya jadi Wakil Kepala kantor Agama Malaysia. Bahkan di Filipina dan Brunei Darussalam,” katanya.

Baca Juga : Kisah La Ore, Kakek di Muna yang Bangun Masjid untuk Warga Kampung Lama

Lelah keliling dunia, ia pun memutuskan untuk pulang kampung. Demi meningkatkan minat cinta Quran kepada para santri rencananya ia akan membangun TPQ yang memadai di lahan miliknya. “Saya ingin bangun TPQ di sini. Mudah mudahan bisa diberi rezeki oleh Allah,” harapnya.

Menjauhkan Warga Dari Perkara Syirik

Warga setempat sebelumnya, sering takut akan perkara sihir, masih memberikan sesembahan kepada hutan. Seakan akan kata dia, Allah itu tidak berkuasa lagi.

“Banyak laporan yang saya dengar. Ada yang katanya menggelar upacara dengan memotong hewan yang dipersembahkan untuk hutan,” katanya.

Maka ia pun mulai menanamkan kepercayaan hanya kepada Allah untuk memohon pertolongan dan yang ditakuti. “Saya yakinkan warga kalau perbuatan yang mereka lakukan itu menduakan Allah. Perkara syirik. Kebanyakan masyarakat percaya cerita kosong tanpa ada asas dan penjelasaya dalam alquran maupun hadist,” tegasnya.

Alhamdulilah, kepercayaan warga pun berangsur membaik. Semua warga kini semangat belajar Alquran dan menjauhi semua perkara sihir yang bisa menyesatkan umat manusia. (a)

 


Kontributor : Nasrudin
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini