Jatam Minta Pemerintah dan DPR Tunda Pembahasan RUU Minerba

Jadi Tersangka, Dirut PT Roshini Indonesia Dijerat Pasal Berlapis
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta pemerintah dan DPR RI menunda pembahasan draf Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan oleh pemerintah.

Sebelumnya Komisi VII DPR RI telah memulai agenda pembicaraan tingkat 1 draf RUU Minerba sekaligus membahas DIM yang diajukan pemerintah dalam rapat yang dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan serta Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian.

RUU Minerba diupayakan selesai berakhirnya masa jabatan anggota DPR 2014-2019 atau hanya dalam jangka waktu tiga minggu.

Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar mengungkapkan bahwa draf RUU Minerba ini tidak berpihak pada keselamatan rakyat.

“RUU Minerba ini berpotensi menambah perluasan pembongkaran komoditas tambang baru mulai dari logam tanah jarang, radioaktif hingga tambang di laut dalam (seabed mining),” kata Melky dalam keterangan persnya yang diterima awak zonasultra.id pada Kamis (25/7/2019).

Baca Juga : Pulau Wawonii dalam Ancaman Kegiatan Pertambangan

Menurut Melky, lebih dari 90 persen isi RUU ini membahas proses perizinan dan pengusahaan tambang. Hak veto rakyat dan hak masyarakat adat luput diberi ruang. Bahkan ada penambahan pasal 115 A yang menguatkan pasal 162 pada UU Minerba lama untuk memberi ruang kriminalisasi terhadap warga yang menyampaikan haknya menolak tambang.

“Selanjutnya pada pasal 99 ayat 2 di dra RUU Minerba yang beredar, melegitimasi lubang tambang untuk dijadikan irigasi dan wisata, yang mana hal ini akan melegalkan perusahaan terus meninggalkan lubang maut,” ungkap Melky.

Oleh sebab itu, Jatam bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba mendesak Komisi VII DPR RI menunda atau bahkan menghentikan pembahasan draf RUU Minerba jika hanya sekedar “kejar tayang” dan disinyalir sarat akan kepentingan sesaat saja.

Pihaknya menduga, upaya percepatan pembahasan RUU Minerba ini salah satunya untuk mengakomodir upaya perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat ini.

Baca Juga : JATAM: Ali Mazi Tak Serius Tangani Persoalan Tambang

Presiden telah mengembalikan draf revisi ke-6 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, kepada Kementerian ESDM yang akan menjadi landasan hukum dalam pemberian perpanjangan usaha kepada sejumlah pemegang PKP2B yang dalam waktu dekat akan berakhir.

Revisi UU Minerba yang lebih dari satu tahun “mangkrak” pasca ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-22 masa persidangan IV tahun sidang 2017-2018 awal April 2018 lalu, tiba-tiba hendak dipercepat penyelesaiannya dengan waktu yang sangat tidak masuk akal.

Setidaknya ada 12 poin pasal-pasal draf RUU Minerba dan DIM bermasalah yakni penyelesaian permasalahan antarsektor, penguatan konsep wilayah pertambangan, meningkatkan pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi nasional, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah minerba, mendorong kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan penemuan deposit minerba.

Selanjutnya pasal pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan, mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No. 23 Tahun 2014, tersedianya rencana pertambangan minerba, penguatan peran pemerintah pusat dalam pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah.

Pemberian insentif kepada pihak yang membangun smelter dan PLTU mulut tambang, penguatan peran BUMN serta perubahan KK/PKP2B menjadi IUPK dalam rangka kelanjutan operasi.

Menurut Melky 12 poin besar tersebut sangat bermasalah karena tidak mencerminkan kedaulatan negara sebagaimana Pasal 33 UUD 1945 dan bertentangan dengan semangat pengembangan energi bersih terbarukan. Justru memberikan banyak insentif bagi eksploitasi batu bara dan tidak memperhatikan aspek kepentingan ekologis serta perlindungan lingkungan.

“DIM RUU Minerba ini justru memberikan peluang untuk obral sumber daya alam tanpa batas, serta berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang dituding menghalang-halangi kegiatan pertambangan,” pungkas aktivis Jatam ini. (a)

 


Reporter: Rizki Arifiani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini