ZONASULTRA.COM, RAHA – Pohon aren atau enau merupakan tanaman dengan seribu manfaat. Namun tanaman dengan nama ilmiah ‘Arenga pinnata’ ini di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) banyak dimanfaatkan untuk dijadikan minuman tradisional ‘Kameko’ yang diolah dengan kayu bakau.
Kameko, di Muna identik dengan kriminal. Gegara minuman memabukan ini bisa memicu konflik. Sesama teman bahkan saudara bisa saling adujotos karena dikomsumsi jadi miras yang memabukan.
Tak jarang, kasus kriminal seperti pemukulan, kekerasan dalam rumah tangga hingga terjadi pembunuhan mayoritas disebabkan mengonsumsi Kameko.
Baca Juga : Kisah Petani di Konsel, Beli Air Kencing Lalu Dijadikan Pupuk
Jumlah pohon enau yang mudah dijumpai bahkan tumbuh liar di seluruh pelosok Muna menjadi alasan utama merebaknya produksi Kameko tak terbendung.
Wilayah di Muna yang diidentikan dengan Kameko yakni desa Bangkali, kecamatan Watopute. Di desa ini, terkenal dengan air sadapan enau jadi Kameko. Katanya, ada air pagi yang disadap pada waktu pagi hari dan ada air sore yang disadap pada waktu petang.
Namun tak bisa dipungkiri karena minuman tradisional ini juga banyak pemilik pohon yang disebut masyarakat sekitar dengan ‘Kowala’ ini bisa memenuhi kebutuhan sehari hari bahkan mampu membiayai pendidikan anaknya hingga ke Perguruan Tinggi.
Hal itu, diungkapkan oleh La Ode Gana salah satu warga desa Bangkali, kecamatan Watopute yang kini memiliki cita-cita besar mengubah Kameko dari olahan haram menjadi produk halal yakni dijadikan sebagai bioetanol.
Saat ditemui awak zonasultra.id, La Ode Gana sangat bersemangat menceritakan perjuangannya mengolah air aren menjadi etanol yang sudah digagas sejak tahun 2002 lalu karena keprihatinannya terhadap desanya yang dicap sebagai kampung Kameko.
Cetuskan Ubah Kameko Jadi Etanol Sejak 2002
La Ode Gana kadang risih dengan respon masyarakat soal status desa yang sudah didiaminya sejak tahun 1970 itu. Makanya, medio 2002 awal, ia langsung terbesit dalam hatinya untuk mengubah paradigma masyarakat tentang enau dari olahan haram jadi produk halal yang dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
“Cita-cita saya memang sejak dulu bagaimana menjadikan Kameko ini jadi produk yang berguna untuk kebaikan. Muncul lah ide untuk pembuatan etanol dari enau,” terang La Ode Gana mengawali ceritanya, saat ditemui Minggu (22/9/2019).
Awalnya pria yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Wuna ini, resah dengan nama baik desanya yang diidentikan negatif.
Baca Juga : Pemuda Mubar Ini Coba Kembangkan Aneka Produk Kelor
Maka pada 2017 lalu, upayanya mendatangkan mesin pengolahan etanol baru terwujud berkat kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Muna dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Produksi etanol yang dihasilkan kata La Ode Gana, sangat layak digunakan untuk pengobatan atau alkohol bahkan dijadikan bahan bakar kompor atau serupa minyak tanah.
“Prosesnya sama pembuatan etanol jadi alkohol sekitar 70 persen dan jadi bahan bakar mencapai 90 persen. Perbedaannya bahan bakar diproses dua kali,” ceritanya.
Selain itu, aren juga bisa diolah jadi makanan seperti Kolang-kaling, gula semut bahkan hampir semua pohon enau bisa dijadikan kerajinan tangan yang bernilai ekonomi.
Namun saat ini, petani lebih memilih mengolah jadi Kameko, karena untuk produksi aren dari bahan baku jadi etanol itu hanya sekitar 10-25 persen dengan harga rendah. Jadi butuh bahan baku sekira 15 liter untuk menghasilkan satu liter etanol.
Perbedaan Harga Jual, Petani Pilih Jadikan Kameko di Banding Etanol
Masalah utama produksi etanol di Muna seputar harga pasar. Masyarakat yang memiliki pohon enau memilih mengolah aren atau enau jadi Kameko karena pertimbangan perbandingan harga.
“Harga etanol saat ini hanya berkisar sekitar Rp1500 perliter. Sementara harga Kameko perliternya capai Rp50 ribu. Ini perbandingan yang sangat tinggi, sehingga sekarang petani memilih mengolah aren jadi Kameko dibanding etanol,” timpalnya.
Dirinya berharap Pemda lebih serius memanfatkan potensi daerah, dengan mengubah pemanfaatan enau dari minuman keras jadi etanol.
Baca Juga : Berkat Rumput Laut, Warga Desa Ghonebalano Muna Mampu Kuliahkan Anak
“Pemerintah harus hadir, turun tangan merubah mainset para petani untuk menjadikan aren ini dari produk haram jadi halal dan bisa dimanfaatkan untuk kebaikan bukan untuk menjerumuskan orang lain ke hal yang negatif atau kriminal,” harapnya.
Ia juga berharap, LIPI menyediakan alat untuk meningkatkan produksi bahan baku aren jadi etanol. “Kalau LIPI bisa memberikan solusi agar supaya produksi etanol ini bisa lebih baik. Kalau perlu mendatangkan mesin pengolahan yang lebih canggih lagi agar petani tertarik menjual air sadapan aren jadi etanol,” seloroh Gana penuh harap.
Izin Edar Jadi Kendala Produksi Etanol
Sementara itu, saat ini pemasaran etanol hanya dijual ke sejumlah rumah sakit di kabupaten Muna. Tahun 2005 lalu, permintaan rumah sakit sekitar 100 liter perbulan dengan harga 70 ribu perliter.
Untuk pemasaran sendiri, La Ode Gana masih terkendala soal izin dari balai Pengawasan Obat obatan dan Makanan (POM). “Sekarang kita masih uji coba disetiap Puskesmas hasilnya sangat layak. Tapi kita bisa jual bebas,” keluhnya.
Dirinya juga berharap pemerintah harus mampu menjawab kebutuhan pasar untuk etanol tersebut. “Kalau Pemda membuka peluang pasar. Saya pastikan petani juga akan serius menjual air sadapan aren dijual ke pengolahan etanol,” katanya.
LIPI Serius Kembangkan Etanol di Muna
Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Arthurario Lelano Phd mengatakan pihaknya serius mengolah aren jadi bioetanol sebagai alternatif bahan bakar alternatif.
“Konsep pengolahan aren jadi etanol sangat besar potensinya di Muna. Selain etanol bisa juga sebagai antiseptik didalam dunia farmasi,” jelas Arthurario Lelano saat kunjungannya di Muna beberapa waktu lalu.
Baca Juga : LIPI Serius Bakal Sulap Pohon Aren di Muna Jadi Etanol
Kata Arthurario, LIPI bakal memberikan tekhnologi untuk meningkatkan kualitas etanol yang dihasilkan. “Saat ini kadar etanol yang diperoleh masih cukup rendah. Angkanya berkisar 5 sampai 10 persen. Jika sudah disuling, persentasenya bisa naik sampai 40 persen,” katanya.
Pemda Mulai Sosialisasi Budidaya Aren ke Seluruh Pelosok
Sementara Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Perindag) Muna, La Taha menuturkan saat ini pengembangan pengolahan aren jadi etanol dikabupaten Muna dipusatkan di desa Bangkali kecamatan Watopute.
“Mesin pengolahannya sudah ada di desa Bangkali sejak 2017 lalu. Namun masyarakat menilai pemanfaatan enau jadi Kameko lebih menjanjikan dibanding jadi etanol,” timpalnya.
Sementara produksi etanol sangat rendah sehingga prospeknya kurang menjanjikan bagi masyarakat. Ini akan dikemas kembali oleh LIPI untuk meningkatkan produksi etanol.
Makanya sekarang Pemda mulai mensosialiasikan kepada masyarakat kecamatan lain untuk pengembangan budidaya tanaman aren. Nantinya, bukan saja etanol aren juga akan diolah jadi gula semut dan bahan dasar parfum. (A/SF)
Kontributor: Nasrudin
Editor: Abdul Saban