ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengklaim jika penghentian dana desa (dandes) 56 Desa yang di wilayah itu oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beberapa waktu lalu hanya bersifat sementara. Dana itu disebut tetap akan diberikan jika kekurangan administrasi telah dilengkapi dan diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendgri).
Sekertaris Daerah (Sekda) Konawe Ferdinan Sapan menyebutkan, berdasarkan hadil rapat koordinasi dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Desa Kemendagri beberapa waktu lalu, Pemda diminita untuk melengkapi beberapa hal terkait penataan desa, seperti titik kordinat wilayah, Surat Keputusan (SK) aparat desa, serta administrasi lainnya.
Baca Juga : Hingga Tahun 2019, Rp6,1 Triliun Dana Desa Sudah Mengalir ke Sultra
“Kita diberi waktu satu minggu untuk melengkapi semua yang diminta, dan saat ini tinggal SK aparat yang belum ada. Secepatnya akan kita bawa ke Kemendagri,” kata Ferdinan kepada zonasultra.id di ruang kerjanya, (21/1/2020).
Ia mengaku, 56 desa tersebut tidak masuk dalam kategori desa fiktif, sebab fakta lapangan memunjukkan bahwa wilayah itu memilili penduduk, aparatur pemerintahan, wilayah, dan struktur pemerintahan yang sah.
Penghentian pemberian dana desa itu disebut bukan karena desa dimaksud adalah fiktif, melainkan adanya beberapa syarat administrasi yang belum dilengkapi dan belum diserahkan ke Kemendagri.
“Ini bukan penghentian permanen, kalau kita sudah serahkan kelengkapannya maka dana desanya pasti akan dikucurkan lagi. Ini hanya kendala administrasi saja dan sementara kita kerjakan,” Ujarnya.
Baca Juga : 2 Desa Fiktif di Konawe Diduga Masih Terima Dana Desa
Ferdinan mengaku jika Pemda Konawe telah memasukan usulan pengembalian tiga desa hasil pemekaran ke desa induk, yaitu Desa Morehe, Kecamatan Uepai, Desa Wiau, Kecamatan Routa, dan Desa Napooha, Kecamatan Latoma.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sry Muliani mengumumkan penghentian aliran dana desa untuk 56 desa di Konawe, penghentian itu dilakulan pasca munculnya isu desa fiktif. Belakangan diketahui jika dalam proses pendefinitifan 56 desa ini menggunakan produk hukum yang fiktif. (B)
Kontributor : Restu Tebara
Editor : Abd Saban