Simak Lima Poin Penjelasan Sri Mulyani Soal PPN Sembako

Mentri Keuangan Resmikan RSUD Konawe
Sri Mulyani

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan penjelasannya soal wacana pengenaan PPN terhadap kebutuhan sembako, usai menuai penolakan dari berbagai pihak.

Dilansir dari Tempo.co ia menjelaskan, secara etika politik dirinya belum bisa menjelaskan secara rinci kepada publik mengenai rancangan undang-undang perluasan pajak itu. Apalagi belum dilakukan pembahasan bersama DPR.

“Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan ke DPR melalui Surat Presiden dan oleh karena itu situasinya menjadi agak kikuk karena kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan ke DPR juga,” ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (9/6/2021) lalu.

Adapun poin-poin penjelasan yang diberikan Sri Mulyani yakni:

Pertama, ia memastikan kebijakan PPN terhadap sembako belum berlaku.

Kedua, kebijakan pengenaan PPN untuk sembako akan dibahas dengan komisi XI.

Ketiga, ia menyebutkan masyarakat sudah menikmati berbagai instentif perpajakan.

Keempat, wacana penyesuaian skema PPN sedang digodok dan membutuhkan masukan dari berbagi pihak.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memastikan wacana penyesuaian skema PPN sedang digodok.

Alasan untuk merevisi kebijakan, Prastowo mengatakan perlu ada upaya optimalisasi penerimaan pajak karena hal ini juga menjadi fokus negara-negara lain yang juga perekonomiannya terdampak buruk pandemi Covid-19.

Setidaknya 15 negara yang menyesuaikan skema tarif PPN untuk membiayai penanganan pagebluk. Amerika Serikat dan Inggris, misalnya, juga berencana menaikkan tarif PPN untuk sustainibilitas.

Kelima, untuk memenuhi asas keadilan.
Prastowo menyebutkan rencana pemerintah mengganti skema tunggal PPN menjadi multitarif adalah adalah untuk memenuhi asas keadilan bagi masyarakat.

BACA JUGA :  Minim Sumber Daya, Ratusan Koperasi di Kendari Tidak Aktif

Dengan begitu, PPN yang dibayarkan mengacu pada penghasilan serta pola konsumsi masyarakat.

Kata dia, yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10 persen. Sebaliknya, yang hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi.

“Ini adil bukan? Yang mampu menyubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong,” kata Prastowo.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO), Syamsir Nur menjelaskan kenaikan PPN akan menyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi dari sisi agregat akan dipengaruhi sektor utama yaitu konsumsi, padahal ini mendorong ekonomi selama ini. Demikian di Sultra ada 17 kabupaten kota, pertumbuhan ekonomi dari sektor konsumsi ini akan berkontraksi melemah dan mengalami penurunan.

“Harusnya pemerintah melihat situasi, bahwa dampak ekonomi selama pandemik Covid-19 mengganggu sektor konsumsi. Kebijakan kenaikkan pajak PPN, tidak perlu dilakukan saat ini,” ungkap Syamsir Nur via telpon, Kamis (10/5/2021).

Kemudian, Sekretaris IKAPPI Sultra Jaswanto mengatakan, bahwa rencana pemerintah tersebut mulai mendapat penolakan di berbagai daerah tak terkecuali IKAPPI Sultra yang juga menolak rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.

“Kami menyesalkan kebijakan pemerintah yang akan mengenakan pajak pada sektor kebutuhan pokok rakyat di tengah hantaman ekonomi sulit saat ini terlebih situasi masih pandemi membuat daya jual beli barang bagi pedagang sangat merugi,” ujar Jaswanto via pesan WhatsApp pada Kamis (10/6/2021).

BACA JUGA :  Tambah Wawasan Tentang Pasar Modal, BEI Kendari Gelar Media Gathering dengan Wartawan

Lanjutnya, apabila keinginan pemerintah ini tetap dilanjutkan, dipastikan perlahan banyak para pedagang di daerah yang akan gulung tikar.

Selain itu, salah seorang pedagang sembako di pasar Baruga, Kota Kendari Takdir (40) mengatakan dengan keputusan pemerintah tersebut, dia sebagai pedagang merasa serba salah. Ketika dibiarkan pendapatannya akan berkurang dan ketika harga barang dinaikkan konsumen yang akan sengasara.

“Kalau saya pribadi belum mampu, karna biaya hidup sekarang tinggi. Kalaupun harga dinaikkan kasian pembeli, karna pembeli rata” ekonomi menengah ke bawah,” ucapnya saat ditemui di tokonya.

Takdir berharap kepada pemerintah agar tidak menerapkan peraturan tersebut apalagi di masa pandemi. Dia juga meminta pemerintah untuk menormalkan situasi seperti semula dulu sebelum menentukan dan menetapkan kebijakan tersebut.

Untuk diketahui, Pemerintah berencana mengenakan tarif PPN pada produk sembako. Mulai dari beras, jagung, kedelai, garam hingga daging yang tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017. Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi. (*)


Editor: Ilham Surahmin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini