ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pengamat ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Abdul Rahman Farizi angkat bicara menyikapi soal pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk sembako.
Menurutnya, hal tersebut merupakan upaya ekstensifikasi objek pajak yang dilakukan oleh pemerintah melalui perubahan undang-undang (UU) yang sekarang sedang dibahas bersama DPR RI. Ia melihat upaya ini tidak tepat, bahkan cenderung akan membebani masyarakat untuk konsumsi.
“Kebutuhan pokok itu menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar jadi tidak tepat dikenakan PPN,” ujar Rahman melalui pesan WhatsApp, Jumat (11/6/2021).
Kata dia, lebih baik pemerintah mengoptimalkan pajak yang selama ini tidak tertagih atau praktek menghindari pembayaran pajak, dibandingkan menambah objek pajak baru dari sembako.
Selanjutnya, apabila PPN ini tetap dipaksakan maka akan memberi dampak pada masyarakat bawah, sekaligus para pedagang. Kata dia, pajak akan menaikkan harga, dalam kondisi daya beli menurun seperti saat ini tentu akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Jadi, baiknya DPR menolak tegas rencana PPN sembako tersebut.
“Satu-satunya harapan berada pada DPR. Kalaupun disetujui, kita bisa ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan pasal PPN sembako tersebut,” kata Rahman.
Dijelaskan, pada triwulan 1 2021, ekonomi di Sultra sudah mulai positif dan ini tentu menunjukkan kebaikan sebab pada 2020 ekonomi Sultra tumbuh negatif.
Lanjutnya, ekonomi Sultra tumbuh 0,06 persen. Artinya ini masuk kategori provinsi yang sudah positif dan menunjukkan ekonomi bangkit, sedangkan provinsi lainya masih negatif.
Namun, apabila PPN terhadap sembako dietapkan, bisa saja akan menurunkan tingkat konsumsi, dan itu bisa menyebabkan ekonomi melambat lagi. Kata dia, baiknya kebijakan itu ditolak saja dan tidak perlu dilanjutkan, serta dikeluarkan dari draft RUU yang sedang dibahas. (b)
Penulis: M11
Editor: Jumriati