ZONASULTRA.COM, KOLAKA– Kepala Dinas Kehutanan kabupaten Kolaka, Muh. Bakri, akhirnya angkat suara terkait keberadaan perambahan hutan yang dilakukan PT. WIL (Waja Inti Lestari) di Desa Muara Lapao-pao dan Babarina, kecamatan Wolo.
Muh. Bakri mengungkapkan, dirinya belum mendapat dokumen-dokumen dan surat rekomendasi terkait izin penambangan yang dilakukan PT. WIL di Kecamatan Wolo, karena yang memiliki kewenangan terkait pemberian izin pertambangan telah diambil alih oleh pemerintah provinsi.
“Jadi apanya yang mau disikapi, terkait telaah dan pengurusan itu ada di provinsi, jadi jika ada fakta bahwa PT. WIL sudah melakukan pemuatan, itu tidak lain karena ada izin rekomendasi dari provinsi,” kata Bakri, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (26/7/2016).
Menurut Bakri, pihak perusahaan tidak akan melakukan operasi jika tidak memiliki izin. “Intinya, mereka tidak akan melakukan aktivitas kalau tidak dilengkapi dokumen, baik itu dari kementrian maupun dari gubernur sendiri,” ujarnya.
(Artikel Terkait : Kisruh Areal Tambang PT WIL, KPK Diminta Turun Tangan)
Menurut Bakri, sejak terbitnya UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), maka pemerintah kabupaten khususnya di sektor pertambangan, tidak lagi punya kewenangan memberikan izin kepada investor tambang.
Dengan berlakunya Undang-undang tersebut, semua kewenangan terkait kehutanan sudah diambil alih pemerintah provinsi. Dan akan berjalan efektif pada 1 Januari 2017 mendatang.
Terkait aktivitas PT.WIL yang dituding ilegal sebagaimana yang disuarakan sejumlah kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kolaka, Bakri belum tidak memastikannya, karena semua kawasan yang dikuasai negara boleh saja dikelola perusahaan, dengan catatan telah mengikuti prosedur yang ada.
“Mungkin kantor perizinan provinsi dan dinas kehutanan telah mengkaji, maka terjadilah aktivitas penambangan di Wolo. Kalau sudah ada izin dari provinsi, daerah sudah tidak bisa lakukan apa-apa,” ujarnya.
Sebelumnya, aktivitas penambangan ore nikel PT.WIL mendapat kecaman dari Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Demokrasi (LiDer) Sultra, Herman Syahruddin.
Menurut dia, penambangan di kawasan IUP seluas 210,5 hektar yang dilakukan oleh PT WIL itu berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah praktek pertambangan ilegal, karena lahan tersebut berada dalam kawasan hutan yang telah dimoratorium oleh Kemenhut.
(Artikel Terkait: Gabungan LSM di Kolaka Minta Penegak Hukum Proses PT WIL)
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Lider, PT WIL telah membuat jalan produksi dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang masuk sebagai hutan moratorium, sebagaimana hasil perubahan titik koordinat Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai Keputusan Bupati Kolaka Nomor 502 Tahun 2013 tentang Persetujuan Penataan Ulang Batas Koordinat dan Peta Wilayah IUP, tanggal 26 Agustus 2013 yang ditandatangani Plt. Bupati Kolaka H Amir Sahaka seluas 210,3 Hektar dengan perubahan yang sangat signifikan tanpa terdaftar sebagai IUP Clear and Clean (CnC).(B)
Belakangan, tujuh LSM masing-masing Ketua Koreksi Supriadi, ketua LSM Bongkar Kamaruddin L, ketua Yayasan Pengembangan Pelayan Publik (Yapplik) Nasruddin Foker, ketua P3MTS Rusbidin Goni.
Selanjutnya ketua Forum Pemerhati Masyarakat Lokal Wandy Syaputra, sekretaris Lepkan Amir K dan Herman Syahruddin direktur Lingkar Demokrasi Rakyat (Lider) Sultra, secara bersama-sama mengkritisi penegak hukum yang seakan menutup mata atas kejahatan penambangan ilegal PT WIL di desa Muara Lapaopao Kecamatan Wolo yang masuk dalam kawasan hutan moratorium dan penjualan ore nikel yang diduga keras adalah barang bukti milik negara. (B)
Reporter : Muh. Hasrul
Editor : Rustam