JATAM: Kasus Dugaan Korupsi Nur Alam Bagian Rentetan Pelanggaran Hukum Pertambangan yang Terjadi di Sultra

JATAM: Kasus Dugaan Korupsi Nur Alam Bagian Rentetan Pelanggaran Hukum Pertambangan yang Terjadi di Sultra
Merah Johansyah (kedua dari kiri) saat menjadi pembicara dalam diskusi yang bertajuk "Kasus Korupsi Gubernur Sultra Pintu Masuk Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Ekonomi Negara dengan Menyasar Korporasi Pertambangan" di Menteng (29/8/2016). JATAM menilai lasus dugaan lorupsi Nur Alam rentetan pelanggaran hukum pertambangan yang terjadi di Sultra. ( Rizki Arifiani/ZONASULTRA.COM)
JATAM: Kasus Dugaan Korupsi Nur Alam Bagian Rentetan Pelanggaran Hukum Pertambangan yang Terjadi di Sultra
Merah Johansyah (kedua dari kiri) saat menjadi pembicara dalam diskusi yang bertajuk “Kasus Korupsi Gubernur Sultra Pintu Masuk Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Ekonomi Negara dengan Menyasar Korporasi Pertambangan” di Menteng (29/8/2016). JATAM menilai lasus dugaan lorupsi Nur Alam rentetan pelanggaran hukum pertambangan yang terjadi di Sultra. ( Rizki Arifiani/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, JAKARTA -Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai kasus dugaan korupsi yang melilit Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari rentetan sejumlah pelanggaran hukum pertambangan yang terjadi di Sultra.

Hal itu diungkapkan oleh Merah Johansyah, Koordinator JATAM Nasional dalam diskusi yang bertajuk “Kasus Korupsi Gubernur Sultra Pintu Masuk Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Ekonomi Negara dengan Menyasar Korporasi Pertambangan” yang digelar di Kedai Kopi Deli, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016).

Merah mengatakan, sekitar 26 perusahaan tambang di Sultra ditemukan berada di dalam kawasan konservasi, padahal undang-undang kehutanan tidak memberikan toleransi terhadap kegiatan tambang di kawasan konservasi.

(Artikel Terkait : Gubernur Sultra Terlibat Korupsi Penerbitan Izin PT. AHB)

“Haram hukumnya ada kegiatan tambang di wilayah konservasi, tapi faktanya ditemukan 26 izin tambang (IUP) berdiri di kawasan konservasi,” tegas Merah.

Menariknya adalah dari 26 IUP tambang di kawasan konservasi itu, 11 diantaranya berstatus Clean and Clear (CnC). “Rekomendasi atau sertifikasi CnC dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, itu artinya harus ada evaluasi pemberian sertifikasi CnC,” tegas aktivis JATAM ini.

Termasuk PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) yang bermasalah justru termasuk perusahaan yang mendapat status CnC. JATAM dalam hal ini menekankan kepada KPK untuk mengusut tuntas terhadap pemberian rekomendasi CnC, tidak hanya Gubernur Sultra saja yang diperiksa tetapi juga pihak yang punya keterkaitan diantaranya Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait izin pakai kawasan hutan.

(Artikel Terkait: Korupsi Tambang, Atikurahman : Gubernur Sultra Yang Paling Bertanggung Jawab)

Gubernur Sultra Nur Alam diduga melakukan korupsi terkait IUP PT. AHB dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 23 Agustus yang lalu. Status tersangka terhadap Gubernur Sultra itu sudah lama dinantikan oleh rakyat Sultra terutama warga yang menjadi korban krisis sosial dan ekologis lingkungan hidup yang diakibatkan oleh perusahaan pertambangan.

“Kita mendukung penuh upaya KPK dan Gerakan Penyelamatan Nasional Sumber Daya Alam (GPNSDA), juga memastikan keselamatan lingkungan dan keselamatan rakyat yang selama ini telah lama dirugikan oleh aktifitas pertambangan,” pungkas Merah. (B)

 

Reporter: Rizki Arifiani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini