ZONASULTRA.COM, KENDARI – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Buton Raya resmi melapor di KPK, Senin (23/4/2018) kemarin. Hal itu terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) kehutanan dan pertambangan PT Bumi Inti Sulawesi (PT BIS) di Kota Baubau.
Direktur LBH Buton Raya La Ode Syarifuddin mengungkakan dalam laporan itu yang menjadi pihak terlapor adalah Amirul Tamim selaku Wali Kota Baubau periode 2001 sampai 2012 dan PT BIS. Amirul Tamim saat ini adalah Anggota DPR RI Komisi II periode 2014 – 2019 dari Fraksi PPP.
“Untuk membuat terang peristiwa ini, LBH Buton Raya juga meminta kepada KPK agar memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang diduga kuat terlibat dan mengetahui peristiwa ini yaitu: Menteri Kehutanan periode 2009-2014 Zulkifli Hasan, Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2003-2008 Ali Mazi, Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2018 Nur Alam, dan pihak dinas provinsi terkait,” ujar Syarifuddin melalui pesan WhatsApp, Selasa (24/4/2018).
Selain itu, yang perlu dipanggil dan diperiksa adalah pimpinan dan Anggota DPRD Kota Baubau periode 2009-2014, serta Kepala Dinas Kehutanan Kota Baubau dan Kepala Dinas Pertambangan Kota Baubau pada periode kepemimpinan Amirul.
(Baca Juga : Sengkarut Kasus Tambang Nikel di Baubau Hingga Keterlibatan Amirul Tamim)
Dugaan pelanggaran Amirul yang dalam jabatannya sebagai walikota menerbitkan kuasa pertambangan eksplorasi pertambangan nikel atas nama PT Bumi Inti Sulawesi dengan Nomor: 545/62/EUD/2007 tertanggal 23 Mei 2007 yang berlokasi di Kecamatan Bungi dan Kecamatan Sorawolio, Kota Baubau.
Amirul juga mengeluarkan Keputusan Walikota Baubau Nomor: 545/76.a/ASDA/2009 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi kepada PT BIS seluas 1.796 hektar dengan jangka waktu 20 tahun di dalam kawasan hutan produksi terbatas tanpa memiliki izin pinjam pakai dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia telah berakibat pada kerugian negara berupa kerusakan hutan dan lingkungan di dalam kawasan hutan produksi terbatas.
Tindakan tersebut diduga kuat telah melanggar aturan berikut. : 1) Pasal 38 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a, b dan e Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. 2) Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
(Baca Juga : Amirul Tamim Jadi Terlapor, Polda Dalami Kasus Tambang Nikel di Baubau)
Selain itu, dalam kasus itu juga kuat dugaan melanggar Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
“Oleh karenanya Lembaga Bantuan Hukum Buton Raya meminta kepada KPK untuk melakukan serangkaian upaya hukum dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan peristiwa pidana pasal 2 dan pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001,” kata Syarifuddin. (B)