ZONASULTRA.COM, RUMBIA– Dompo pisang telah menjadi salah satu produk makanan khas masyarakat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Selain memiliki cita rasa enak, jenis makanan camilan ini telah digemari oleh kalangan masyarakat di daerah itu.
Dompo pisang merupakan makanan hasil olahan dari buah pisang yang diiris tipis. Hasil irisan pisang itupun harus dikeringkan melalui proses penjemuran agar mengurangi kadar air buah pisang hingga membuat tahan lama.
Hasil pengeringan bisa langsung dimakan atau digoreng dengan tepung terlebih dahulu. Selain itu, saat ini dompo pisang mempunyai berbagai macam rasa seperti rasa keju.
Dompo pisang itu juga dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas tergantung dari proses pembuatannya. Sifat-sifat penting pula sangat menentukan mutu dompo pisang, seperti warna, rasa, bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta penyimpanan produknya.
Kualitas dompo pisang ini sering kali mutunya kurang baik terutama bila dibuat pada waktu musim hujan. Bila dibuat pada musim hujan perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan seperti dengan menggunakan asap kayu. Proses pengolahan pisang menjadi dompo membutuhkan waktu dua sampai 3 hari bahkan sepekan hingga siap dipasarkan.
Di Kabupaten Bombana, dompo pisang ini gemar diproduksi oleh kalangan emak-emak di wilayah Poleang dan pemekarannya. Daerah Poleang merupakan wilayah penghasil pisang, utamanya pisang raja yang khusus untuk pembuatan jenis makanan ringan ini.
(Baca Juga : Pisang Ijo Boy, Bisnis Kuliner Kekinian di Kolut)
Sayangnya, kemasan dan rasanya tak pernah berkembang saat pertama kali dikemas oleh pelaku industri rumah tangga sejak puluhan tahun silam. Dompo pisang hanya bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Bombana yang tentu saja dijual dengan harga Rp 10 ribu per kepak. Sementara, bila telah dikemas ke berbagai rasa, harga dompo pisang ini mampu mencapai harga dua sampai tiga kali lipat. Kalangan penjual dompo pisang itu mampu mendapatkan keuntungan setengah dari harga per kepaknya.
Kalangan pelaku industri rumah tangga di daerah itu telah berinisiatif untuk mengembangkan jenis camilan ini hingga mampu bersaing dengan produk lain di luar Bombana. Namun, minimnya permodalan dan bantuan peralatan yang menghambat usaha mereka.
Tidak sekedar itu, pengembangan cita rasa pun terkesan monoton lantaran minimnya pengetahuan kelompok usaha itu, utamanya pengembangan produk dan tata cara berwirausaha yang baik.
Hal ini tentu menjadi tugas bagi pemerintah daerah setempat melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi (Perindagkop) dan UKM untuk intensif menfasilitasi para pelaku industri kecil menengah (IKM), khususnya, kalangan pembuat dompo pisang yang minimal bisa meningkatkan penghasilan rumah tangga dan mengurangi jumlah pengangguran.
Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Bombana, Asis Fair mengatakan, pihaknya merencanakan pengembangan produk dompo pisang itu, mulai dari bantuan permodalan hingga peralatan berupa mesin pengering. Upaya itu tentu menghasilkan kemasan produk dengan ragam cita rasa yang bervariasi dan layak bersaing.
Rencananya, produk dompo pisang ini akan dikembangkan secara meluas melalui sebuah pergerakan yang dikenal dengan istilah Gerakan Masyarakat untuk peningkatan Industri Rumah Tangga (Gemar KDRT).
“Ada banyak pelaku industri rumah tangga yang tersebar di beberapa kecamatan di Bombana yang mengelola makanan khas dompo pisang, yaitu di Kecamatan Poleang, Poleng Tengah, Poleang Timur, Poleang Selatan, Tontonunu dan Poleang Utara. Namun, pengelolaannya kami perhatikan hanya begitu-begitu saja, tak pernah berkembang. Kami juga sudah lama berencana meningkatkan usaha mereka, namun terlebih dahulu kami melihat sejauh mana mereka mengelola usaha secara mandiri,” ungkap Asis Fair di Rumbia, Kamis (9/5/2019).
(Baca Juga : Supriansyah Yusuf: Bermodalkan Kejujuran dan Kepercayaan, Sukses Ekspor Udang ke China)
Asis Fair menyebutkan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilakukan untuk membantu para pelaku industri tersebut. Di tahap awal, pihaknya menargetkan tiga pelaku industri dompo pisang di dua kecamatan yakni Poleang Tengah dan Kecamatan Tontonunu. Kata dia, tiga kelompok itu akan difasilitasi untuk mengembangkan usahanya dengan target waktu 60 hari sebagai target jangka pendeknya.
Setelah itu, pengembangannya akan terlihat dari keseriusan pelaku industri hingga masuk pada target jangka menengah atau durasi waktu satu tahun. Pada jenjang kedua ini, pihaknya merencanakan pengembangan untuk 7 kelompok usaha dompo pisang di seluruh kecamatan di wilayah Poleang dan pemekarannya.
Sementara untuk tahapan akhir, Asis Fair menargetkan selama dua tahun saja, produk dompo pisang akan menjadi komoditas lokal yang tidak saja menjadi makanan khas tradisional di Bombana, tetapi layak bersaing sampai ke ajang nasional.
“Produk dompo pisang ini kan sudah ada sejak sebelum Bombana menjadi kabupaten, tapi mulai dari kemasan dan kelayakannya sangat tidak variatif. Jadi, selain produknya yang akan dikembangkan, pelaku usahanya harus dilatih bagaimana berwirausaha yang baik agar mereka mengetahui ragam cita rasa terbaru dari produk yang mereka kembangkan selama ini,” jelasnya.
(Baca Juga : Emak-emak di Bombana Ubah Rumput Laut Jadi Makanan Siap Saji)
Dia menambahkan, pihaknya kini mulai mengembangkan kemampuan wirausaha pelaku IKM. Pelaku industri rumah tangga dompo pisang ini pun menjadi salah satu dari 30 kelompok pelaku IKM yang dirangkul untuk menjalani pelatihan tata cara berwirausaha agar bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produk mereka.
Khusus untuk pelaku usaha industri rumah tangga dompo pisang, Dinas Perindagkop dan UKM Bombana telah berinisiatif untuk meringankan beban mereka dalam menjalankan usaha. Sebab, ada segelintir pelaku usaha jenis ini yang dikhawatirkan tak mampu memenuhi persyaratan hingga mendapat bantuan dari pusat karena persoalan jenjang usia dan pendidikan. Asis memastikan pihaknya berkomitmen untuk mendorong pelaku industri rumah tangga dengan bantuan khusus yang bersumber dari anggaran yang disediakan Pemda Bombana.
“Mereka kami latih bekerja sama dengan instansi Perindagkop Provinsi Sultra. Pelaku IKM itu meliputi kolompok peternak, kelompok pekebun, kelompok usaha kelapa kopra, kelompok penjahit termasuk di antaranya pelaku industri rumah tangga yang dilakoni oleh emak-emak pembuat dompo pisang dan jenis makanan khas lainnya,” terang Asis Fair.
Dalam proses pelatihan tersebut yang digelar selama tiga hari (8-10 Mei 2019) di Rumbia, pelaku IKM diharapkan mampu bekerja secara mandiri dan meningkatkan penghasilan pelaku IKM itu sendiri dan bahkan membuka lapangan kerja bagi kalangan generasi muda dan emak-emak di pedesaan.
“Jadi, semua pelaku IKM pemula di Bombana ini diajarkan bagaimana berwirausaha yang profesional dan mandiri. Pelaku usaha pemula juga akan dibantu permodalan senilai 12 juta rupiah, itupun ketika telah melengkapi beberapa persyaratan untuk memperoleh bantuan. ketika tidak memenuhi prosedur maka pelaku IKM akan sulit mendapatkan bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM,” ujarnya.
Adapun persyaratan yang dimaksud Asis Fair yakni, pelaku usaha terlebih dahulu mengajukan proposal melalui Dinas Perindagkop setempat, lalu diteruskan ke Dinas Perindagkop Provinsi Sultra. Setelah itu, pelaku usaha melengkapi berkas identitas kependudukan, jenjang pendidikan yang diperuntukkan bagi tamatan SLTP dan usia maksimal 45 tahun, bersertifikat pelatihan, legalitas izin usaha, dan rekomendasi SKPD kabupaten. (A/SF)