ZONASULTRA.COM,KENDARI– Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merilis data terakhir tingkat ketergantungan 17 kabupaten/kota dan provinsi terhadap pemerintah pusat, sejak tahun 2017 hingga semester pertama tahun 2019 semakin meningkat serta tingkat kemandirian pemerintah daerah di Sultra mengalami penurunan.
Dalam acara Seminar Kemenkeu di Kendari, Selasa (27/8/2019), Kepala DJPb Provinsi Sultra Ririn Kadariyah mengatakan pada semester pertama tahun 2019 rasio ketergantungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra masih sangat tergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat sebesar 75,54 persen.
Pada struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Sultra tahun 2019 yang ditetapkan Rp4,02 triliun, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp905 miliar dan dana perimbangan sebesar Rp3,03 triliun, serta pendapatan sah lainnya Rp93 miliar.
Kabupaten Konawe, Kota Kendari dan Kota Baubau menjadi tiga daerah dengan persentase ketergantungan lebih rendah dibanding wilayah lain. Persentasenya yakni 78,06 persen untuk Konawe, Kendari 84, 55 persen, Baubau 89,53 persen. Sedangkan 14 kabupaten lainnya berada di atas 90 persen. Tertinggi Bombana 99,03 persen dan Buton Utara (Butur) 99,35 persen. Rasio ketergantungan itu didapatkan dari pembagian antara pendapatan transfer dengan total pendapatan daerah kemudian dikalikan 100 persen.
Sementara untuk rata-rata persentase rasio kemandirian pemda lingkup Sultra dari tahun 2017 hingga semester satu 2019 mengalami penurunan, tahun 2017 sebesar 12,34 persen, 2018 11,25 persen dan 2019 10,85 persen.
(Baca Juga : Benahi Kawasan Kumuh, Pemkot Kendari Dapat Anggaran Rp12 Miliar)
Rasio Kemandirian menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya PAD dibandingkan dibandingkan dengan penjumlahan antara pendapatan daerah yang berasal dari transfer dan pinjaman dikalikan 100 persen.
“Kondisi ini dinilai kurang sehat bagi kondisi fiskal pemerintah daerah yang dapat menimbulkan ketergantungan yang tinggi pada transfer pemerintah pusat dan ketidakpastian pendanaan bagi pelaksanaan program pembangunan, tentu juga akan memberikan dampak pada kesehatan APBN kita,” kata Ririn.
(Baca Juga : Benahi Kawasan Kumuh, Kolaka Dapat Anggaran Rp25 Miliar Program Kotaku)
Ririn berharap, Pemprov Sultra beserta 17 kabupaten/kota lainnya perlu melakukan terobosan untuk meningkatkan rasio PAD sehingga mampu mendorong tingkat kemandirian daerah. Optimalisasi pajak dan retribusi daerah perlu dimaksimalkan dengan lebih mengedepankan pada basis data, baik dalam hal intensifikasi dan ekstensifikasi. Misalnya, perluasan objek pajak, penambahan jenis pajak baru, serta optimalisasi tarif pajak.
Ia juga berharap melalui pelaksanaan seminar tersebut diharapkan dapat menjadi sarana untuk mendiseminasikan kondisi perekonomian terkini serta berbagai kebijakan fiskal yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mendorong pemerataan dan pembangunan yang berkeadilan.
“Saya harap diskusi pada seminar ini dapat menggali masukan dari masyarakat di Sultra terkait kebijakan pemerintah dan permasalahan di bidang ekonomi dan fiskal yang dihadapi daerah kita,” ujarnya.
Menurut Pengamat Ekonomi Sultra Syamsul Anam, kondisi ini dinilainya tidak masalah bahwa konfigurasi kemandirian fiskal daerah di Indonesia itu beragam. Provinsi yang ketergantungannya rendah kepada pusat hanya Kalimantan Timur (Kaltim), Kepulauan Riau (Kepri), DKI Jakarta dan beberapa provinsi kaya lainnya.
(Baca Juga : Anggaran Kurang Jadi Alasan 14 Kepala OPD Pemprov Sultra Masih Dijabat Plt)
“Kalau Sultra tergantung pada transfer pusat ya wajar lah,” katanya melalui pesan singkat WhatsApp, Selasa (27/8/2019) sore.
Selain itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK) itu menegaskan bahwa kewajiban pusat adalah memperkuat pemerintah daerah, pasalnya saat ini semua pajak penting dan berpotensi besar di daerah diambil oleh pemerintah pusat seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan (PPH), sementara daerah hanya diberikan pajak kecil.
“Trus mau disuruh mandiri, yang benar saja, kewajiban pusatlah memperkuat daerah,” ujarnya. (A)