ZONASULTRA.COM, KENDARI – Penangkapan aktivis mahasiswa Baada Yung Hum Marasa (24) asal Buton Utara (Butur), Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai dapat memperngaruhi demokrasi dan kebebasan berpendapat masyarakat di muka umum.
Mahasiswa tersebut ditangkap karena diduga melakukan pencemaran nama baik Gubernur Sultra Ali Mazi saat melakukan aksi unjuk rasa perbaikan jalan rusak. Saat itu massa aksi yang dipimpin oleh Baada Yung membuat replika kuburan disertai foto gubernur.
Koordinator Pusat (Korpus) BEM se-Sultra Adi Maliono menyesalkan tindakan penangkapan mahasiswa Universitas Dayanu Ikhsanuddin itu. Menurut dia, seharusnya gubernur lebih peka terhadap keluhan-keluhan yang kerap disampaikan masyarakat maupun mahasiswa.
“Gubernur Sultra jangan baper terhadap kritikan yang disampaikan kepada dirinya apalagi menyangkut kepentingan umum,” ujar Adi melalui Whatsapp, Jumat (21/1/2022).
Tak hanya itu, Adi juga mengatakan bahwa mahasiswa tersebut sudah menjalankan tugasnya sebagai Social of Control. Pada dasarnya salah satu janji politik gubernur di masa lalu dapat menuntaskan infrastruktur perbaikan jalan.
Pihaknya juga berharap gubernur dapat memaafkan mahasiswa yang kini ditetapkan sebagai tersangka itu. Ia menilai tidak seharusnya pejabat publik anti kritik terhadap kinerja yang sedang dia kerjakan.
“Dari pada sibuk mengurusi mahasiswa yang kritik mending gubernur Sultra tuntaskan janji politiknya. Masih banyak di Sultra jalanan berlubang yang harus diperbaiki,” jelasnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari Anselmus AR Masiku menilai penangkapan itu seharusnya tidak patut dilakukan. Hal itu bisa membuat pemerintahan Ali Mazi dalam keadaan cukup memprihatinkan.
“Masa kritikan terhadap kinerja pemerintah dikenalkan pasal pencemaran nama baik. Ini tidak bagus untuk kehidupan demokrasi,” ujar Anselmus saat dikonfirmasi siang tadi.
Seharusnya Ali Mazi dapat memberikan informasi terhadap masyarakat terkait persoalan yang sedang disuarakan. Jika pun merasa tersinggung seharusnya Ali Mazi melaporkan sendiri kasus tersebut bukan melalui orang lain.
Ia menilai aksi tersebut adalah bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap pemerintahan Ali Mazi saat ini sehingga membuat replika kuburan. Penangkapan mahasiswa tersebut juga bagian dari anti kritik terhadap kinerja pemerintah.
“Saya bisa bawasakan penangkapan itu bagian dari orde baru gaya baru. Kalau dulu melakukan penangkapan dengan kekerasan, sekarang menggunakan hukum,” imbuhnya.
Anselmus menegaskan, penangkapan ini membuat sinyal bahaya bagi demokrasi di Bumi Anoa. Tak hanya itu, hal seperti itu bisa membuat kepercayaan masyarakat menurun terhadap Ali Mazi.
Masyarakat dalam menyuarakan aspirasi adalah hal wajar sepanjang sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya. Gubernur harus lebih dewasa dalam menanggapi setiap kritik dari masyarakat bukan malah melapor.
“Kalau tidak suka di kritik tidak usah jadi pemimpin cukup jadi masyarakat biasa,” tuturnya.
Senin 17 Januari 2022 pukul 22.00 Wita Baada Yung Hum Marasa (24) mahasiswa sekaligus aktivis itu ditangkap polisi dari Ditreskrimum Polda Sultra atas tuduhan pencemaran nama baik gubernur Sultra.
Baada ditangkap di kediamannya di Desa La Noipi, Kecamatan Bonegunu, Kabupaten Butur. Mahasiswa tersebut kemudian dibawah ke Polda Sultra untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Kasubbid Penmas Humas Polda Sultra Kompol Rony Syahendra membenarkan penangkapan itu. Dia mengatakan, mahasiswa tersebut sudah dua kali dikirimkan surat untuk klarifikasi namun yang bersangkutan tidak pernah hadir.
Usai diperiksa mahasiswa tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencemaran nama baik Gubernur Sultra Ali Mazi. Polisi berdalih telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup.
“Tersangka dijerat pasal 310 ayat 2 KUHP dengan ancaman 1 tahun 4 bulan penjara,” kata Rony melalui pesan Whatsapp, Kamis (20/1/2022).
Diketahui aksi tersebut dilakukan mahasiswa di Pertigaan Desa Ronta, Kecamatan Bonegunu, Kabupaten Butur, Sultra pada Kamis 2 Desember 2021. Aksi itu buntut kekecewaan mahasiswa terhadap kondisi jalan yang berlubang tidak pernah diperbaiki oleh pemerintah. (A)
Kontributor : Muhammad Triwahyudi
Editor: Ilham Surahmin