Sesak Rindu Sang Napi Dari Balik Jeruji

168
Sesak Rindu Sang Napi Dari Balik Jeruji
Putra (bukan nama sebenarnya)
Sesak Rindu Sang Napi Dari Balik Jeruji
Putra (bukan nama sebenarnya)

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI –   Menjahit itulah aktifitas sehari-hari Putra (bukan nama sebenarnya), warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IA Kendari. Putra merupakan terpidana seumur hidup, setelah melakukan pembunuhan di Kabupaten Konawe pada 2013 lalu.

Selama bulan ramadhan Putra memilih untuk tetap menekuni aktifitas  di dalam Lapas, dengan bermodalkan tiga mesin jahit bantuan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Desperindag) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra).

Dengan keterampilan menjahitnya itu, ia  banyak membantu sesama warga Lapas untuk membetulkan pakaian-pakaian napi lainnya. Tak jarang ia juga kerap mendapat orderan jahitan dari  Sipir Lapas,  bahkan dari luar Lapas.

Apalagi menjelang hari raya Idul Fitri kali ini, Putra mengaku mendapat banyak pesanan jahitan dari para pelanggannya, yang akan digunakan pada hari raya nanti. Namun dibalik semua itu, terdapat cerita pilu yang dialaminya.

Sejak mendekam dibalik dinginnya bui pada 2015 silam, ia sama sekali tidak pernah merasakan hangatnya besukan keluarga baik dari istri, anak-anaknya dan bahkan sanak keluarganya. Hal itu dikarenakan seluruh keluarganya berada di kampung halaman, di Kota Makassar.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

(Baca Juga : Dibantu Tongkat, Pria Ini Menjual Koran di Lampu Merah)

Pria kelahiran Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel) 1980 itu pun, tak dapat membendung rasa rindu akan keluarganya. Apalagi dimomen hari raya Idul Fitri yang biasa dilewatinya bersama keluarga dan bersilaturahmi dengan sanak saudara, kali ini kembali dilewatinya seorang diri.

Tak ada lagi makanan khas lebaran seperti ketupat dan opor ayam serta makanan khas Makassar yang biasa disantapnya bersama istri dan ketiga anaknya selepas pulang sholat Id. Yang tersisa dari ingatannya hanyalah rindu akan momen penuh berkah tersebut.

“Sebenarnya banyak yang dirindukan, apalagi kita dalam penjara pasti sangat terbatas. Tapi tentunya dimomen lebaran ini, saya ingin bertemu keluarga, bercerita banyak hal dengan bersama sanak keluarga dan anak anak,” ucapnya.

Rindunya akan keluarga pun membuncah karena  ia tidak bisa  lagi  berkomunikasi dengan keluarganya di Makassar. Tak ada besukan di lebaran tahun ini, juga tak ada telepon yang dapat meringankan rindunya kepada anak dan istrinya.

(Baca Juga : Makna Tersembunyi di Balik Arsitektur Gedung Utama Kantor Gubernur Sultra)

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

“Sama sekali hilang komunikasi, tapi intinya ikhlas saja menjalani hukuman seumur hidup ini. Karena biar bagaimana kita tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatan kita,” ungkapnya.

Namun tentu saja tidak mudah menjalani lebaran di dalam bui tanpa besukan dari keluarga tercinta. Terlebih saat hari raya Idul Fitri, kunjungan keluarga bagi napi sangatlah membludak dan menjadi momen paling mengharuhkan bagi para penghuni lapas.

Kini dimomen lebaran kali ini, Putra hanya memiliki satu harapan dari sekedar besukan keluarga atau bahkan komunikasi melalui telepon dengan anak dan istrinya. Harapannya tersebut adalah pengajuan Grasi atau pengurangan masa hukuman bagi dirinya dari hukuman penjara seumur hidup menjadi hukuman maksimal 20 tahun penjara.

“Hanya itu yang kita harapkan untuk sekarang, mudah-mudahan setelah lima tahun disini pihak Lapas mau mengajukan nama saya ke Presiden untuk mendapatkan grasi itu. Kalau untuk pindah ke Lapas Makassar untuk sementara tidak, karena saya masih nyaman disini. Kita disini sudah kayak sodara, saling berbagi keluh kesah,” katanya. (A*)

 

Reporter: Randi Ardiansyah
Editor Tahir Ose

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini