ZONASULTRA.COM, KENDARI – Awal bulan September Kota Kendari kembali dihebohkan dengan aksi tawuran para pelajar. Peristiwa ini malah justru memunculkan citra buruk pada dunia pendidikan .
Tawuran pelajar ini bukan yang pertama terjadi di Kota Kendari. Kejadian itu berawal saat beberapa kelompok siswa dari salah satu sekolah melakukan konvoi sembari melempari sekolah-sekolah yang mereka lewati. Berawal dari itu, hingga akhirnya sekolah yang menjadi korban pelemparan lalu juga melakukan konvoi yang berakhir penganiayaan pada salah satu siswa dari sekolah yang lebih dulu melakukan konvoi sembari beraksi anarkis.
Hal ini tentunya menimbulkan ketidaktenangan dari berbagai pihak, mulai dari guru, orang tua murid, bahkan siswa yang tidak tau menau terkait hal tersebut. Untung saja, pihak sekolah mengambil langkah cepat untuk segera menuntaskan masalah tersebut dengan mengusulkan mengadakan pertemuan antar Kepala SMA/SMK se-Kota Kendari, guna membicaraan solusi untuk menghindari hal serupa kembali terjadi.
Dari pertemuan para kepala sekolah itu, terciptalah deklarasi damai yang diikuti seluruh SMA/SMK/MA se-Kota Kendari pada 17 September 2018. Dimana pada deklarasi itu, siswa menadatangani nota kesepahaman untuk berjanji tidak akan melakukan apapun yang berkaitan dengan kekerasan atau tawuran. Pada deklarasi itu, siswa menadatangani nota kesepahaman untuk berjanji tidak akan melakukan apapun yang berkaitan dengan kekerasan atau tawuran.
*Penyebab Tawuran
Penyebab tawuran sendiri bisa beragam. Menurut Psikolog Henni Norita, yang dikutip dari tribunnews, com fenomena tawuran menjadi gejala sosial yang cukup serius karena pelakunya cenderung mengabaikan norma-norma yang ada, melibatkan korban yang tidak bersalah, dan merusak benda-benda yang ada di sekitarnya, bahkan tidak jarang berakibat kehilangan nyawa.
(Baca Juga : Siswa Konvoi Lempari Sekolah, Polisi Amankan Pembawa Busur)
Dilihat dari sisi Psikis, Tawuran bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama ialah faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu beradaptasi pada situasi lingkungan. Situasi seperti ini biasanya menimbulkan tekanan tersendiri. Mereka kurang mampu untuk mengatasi masalah, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya.
Selanjutnya adalah Faktor sekolah. Sekolah bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya.
Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
Terakhir ialah faktor Lingkungan. Di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya, lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba).
(Baca Juga : Gelar Deklarasi Damai, Siswa SMA di Kendari Janji Tak Akan Tawuran Lagi)
Dari berbagai penyelidikan baik dari pihak berwajib maupun pihak sekolah yang terlibat, diketahui ternyata dalang dari terjadinya tawurn tersebut adalah siswa yang telah dikeluarkan dari sekolah. Hal tersebut diungkapkan oleh Sekertaris Dikbud Provinsi Sultra, Lasidale bahwa ada beberapa oknum yang bukan merupakan siswa di sekolah itu atau telah dikeluarkan, ikut campur, bahkan turut memperpanas suasana sehingga terjadilah hal yang tentunya tidak diinginkan semua pihak ini.
Selain itu, penyebab lain juga terjadinya perselisihan antar siswa itu dikarenakan adanya beberapa informasi hoax yang bertebaran di media sosial berupa status yang bersifat provokasi. Misal, saat kondisi antar sekolah yang terlibat tawuran tengah memanas, ada berita tersebar bahwa ada korban meninggal dari tawuran. Padahal, itu sama sekali tidak benar. “Adapun juga penahanan saat itu, yang ditahan yan kendaraan siswa. Kalau siswa yang terlibat dikembalikan ke orang tua malam hari selepas peristiwa tersebut,” kata Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah(MKKS) Kota Kendari, Ruslan.
*Menarik perhatian berbagai pihak
Aksi ini pun kemudian menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Pengamat Pendidikan Sultra, Profesor Abdullah Alhadzapun. Ia mengaku cukup menyayangkan kekerasan yang terjadi antar pelajar ini. Ia mengungkapkan penananaman nilai-nilai karakter harus masih diperhatikan kepala sekolah, dewan guru, serta dinas pendidikan agar hal serupa tal terjadi kemmbali. Nilai karakter itu sendiri terdiri atas 18 karakter, diantaranya religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, bersahabat, cinta damai, hingga peduli sosial.
Menurutnya, hal tersebut harus bisa ditanamkan kepada siswa agar tidak ada pola pikir akan terlihat keren jika menunjukan jati diri dengan kekerasan. Dengan memiliki itu, setidaknya siswa bisa disadarkan betapa tidak ada mamfaatnya melakukan aksi tawuran yang bisa merugikan bukan hanya diri sendiri, tetapi orang lain juga.
“Selain itu, sekarang itu harus ada peta kerawanan sekolah, dimana siswa-siswa yang sering membuat maasalah dapat dikelompokan, kareana siat itu bisa saja menular ke siswa lain jika tidak ditangani sejak dini,” kata dia.
Sementara itu, perwakilan kepala sekolah, dalam hal ini Kepala SMKN 2 Kendari yang sekolahnya juga terlibat mengungkapkan bahwa peristiwa ini terjadi karena kurang ditegakkannya aturan-aturaan yang ada. Untuk menghindari hal serupa maka aturan-aturan yang ada harus dipertegas dan diperketat, agar tidak ada cela bagi siswa untuk melakukan hal menyimpang. “Bahkan sekarang siswa kami tidak perbolehkan membawa HP ke sekolah, karena beberapa pertimbangan,” kata syari Gamoro.
Memprihatinkan memang ketika melihat putra-putra bangsa yang masih segar itu harus memilih jalan yang menyimpang. beberapa pihak tentunya sangat menyayangkan kejadian ini, tak teerkecuali alumni dari sekolah-sekolah yang bersangkutan. Yogi misalnya, mantan ketua osis di SMKN 2 Kendari angkatan 2015. Ia mengaku malu ketika mengetahui tempatnya menimba ilmu lalu itu kembali terlibat tawuran.
“Setengah matinya dulu kita perbaiki namanya STM supaya nda dikenal sekolah tawuran lagi, ini sekarang dorang pergi lagi tawuran-tawuran. Bikin malu saja,” kata Yogi ditemui beberapa wkatu lalu.
Perisitwa ini tentunya sangatlah disayangkan oleh banyak pihak, karena bukan hanya merugikan diri mereka sendiri, tetapi juga bisa membahayakan orang lain. Untuk itu, berbagai harapan pun berdatangan agar siswa di Sultra ini bisa lebih cerdas dan tidak lagi melakukan hal-hal yang bisa mencoreng citra pendidikan. (SF/B)