ZONASULTRA.COM, RAHA – Tenun Masalili merupakan salah satu produk kearifan lokal yang ada di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra). Bank Indonesia Sultra bersama pemerintah daerah setempat saat ini terus menggenjot produksi, motif, ukuran serta pangsa pasar tenun tersebut.
Keseriusan BI Sultra terhadap keberlanjutan tenun dengan nilai heritage yang sangat tinggi itu telah dibuktikan melalui program sosialnya. Salah satunya fashion show busana muslimah berbahan kain tenun Masalili yang pertama di Kendari karya desainer nasional Wignyo Rahadi dan Irma Intan.
Tak hanya itu, Rabu (16/10/2019) bertempat di Desa Masalili, Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Sultra Suharman Tabrani menyerahkan lima buah alat tenun bukan mesin (ATBM) kepada koperasi pengrajin tenun, serta kembali menggelar fashion show outdoor di kawasan wisata Puncak Masalili.
Suharman menjelaskan, pemberian ATBM ini merupakan tindaklanjut dari perjanjian kerjasama yang telah disepakati BI Sultra bersama pemerintah setempat untuk pengembangan kain tenun Masalili tahun 2017 silam.
Baca Juga : Potret Keindahan Tenun Masalili Muna dalam Balutan Busana Muslimah
Adanya alat tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan produksi lebih cepat, kualitas kain tenun serta motif yang lebih beragam sehingga dapat diterima dan memenuhi kebutuhan pasar lokal, nasional maupun internasional.
“November ini kami akan membawa kain tentun Masalili dalam festival ekonomi syariah di Jakarta. Dan sekali lagi ini komitmen kita untuk terus memperkenalkan tenun tersebut kepada para pecinta tenun,” ungkapnya saat ditemui usai acara penyerahan bersama Bupati Muna Rusman Emba.
Datangkan Pelatih dari Jawa
Selain menyerahkan bantuan, BI Sultra pun mendatangkan langsung pelatih penggunaan ATBM dan teknik pewarnaan dari Jawa Barat ke Desa Masalili yang merupakan tim dari Wignyo Rahadi untuk mendampingi para pengrajin yang tergabung dalam Koperasi Tenun Masalili Kreatif. Mereka akan berada di sana kurang lebih tiga minggu hingga 8 November 2019.
Ia juga berharap keberlanjutan pengembangan tenun tersebut terus berkembang dengan potensi pasarnya yang mulai dikenal sehingga memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan kelompok tenun Masalili.
Bupati Muna Rusman Emba menyebutkan, bantuan alat tenun adalah kebahagian bagi para pengrajin. Pasalnya, dengan ATBM maka percepatan produksi dan peningkatan kualitas tenun oleh kelompok pengrajin dapat diakselerasikan dengan program pemerintah daerah.
Ia menegaskan melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait akan meciptakan sebuah fomula kebijakan yang dapat melakukan pendampingan berkelanjutan terhadap proses produksi dan pemasaran kain tenun Masalili.
“Embrionya kan sudah ada dari BI Sultra, kita pemda pastinya terus mengawal dan mendampingi para pengrajin agar benar percepatannya bisa maksimal. Saya yakin bisa tembus pasar internasional,” katanya.
Baca Juga : BI Gelar Fashion Show Busana Muslimah Tenun Masalili
Apalagi porsi dari dana desa (DD) 30 persen telah diwajibkan pihaknya agar dikelola untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang kemudian dikerjasamakan dengan koperasi sebagai wadah para pengrajin tenun Masalili.
Ketua Koperasi Tenun Masalili Kreatif Laode Faisal menyebutkan, saat ini ada 28 orang yang tergabung dalam koperasi. Sepuluh orang dari mereka adalah yang mahir menggunakan ATBM, kemudian 4 orang yang memilah benang (menghani) serta 4 orang yang melakukan teknik pewarnaan.
Pembentukan koperasi ini diharapkan menjadi pusat pelatihan para pengrajin tenun Masalili. Faisal menyebut bahwa 90 persen ibu rumah tangga atau kurang lebih 300 orang di daerah itu bekerja sebagai pengrajin tenun.
“Bantuan BI sangat membantu sekali tentunya untuk para pengrajin ini, dan kami yakin produksi yang banyak kita bisa penuhi kebutuhan pasar higga internasional,” katanya.
Produksi Lebih Maksimal
Pengrajin Tenun Masalili, Sitti Erni (42) mengatakan, ATBM mempermudah kerja mereka untuk menghasilkan kain tenun Masalili sesuai permintaan pasar dibanding menggunakan alat tradisional.
Hasil produksi alat tradisional lebar kain hanya 65 cm sedangkan pasar membutuhkan lebar sekitar 115 cm. Alat bantuan ini pun menjawab kebutuhan mereka karena sekali produksi bisa digunakan untuk mendesain gaun. Lebar 115 cm dan panjang 2 meter.
Erni juga yakin bahwa produksi mereka bisa lebih maksimal dengan ATBM, lima kain dalam sehari. Kemudian kualitas kain lebih halus dengan beragam motif menarik tanpa harus menghilangkan nilai budaya yang sudah turun temurun.
“Selama ini permintaan banyak, tapi kita punya produksi sedikit dan lambat. Satu kain bisa 1 minggu baru jadi belum lagi ukurannya belum sesuai standar pasar. Kami senang bisa dapat ATBM,” ujarnya.
Baca Juga : BI Sultra Dukung Pengembangan Tenun Tradisional di Desa Masalili
Harga kain tenun masalili saat ini pun berkisar Rp250 ribu hingga Rp2,5 juta. Kain dengan harga jutaan rupiah itu terbuat dari perwarna alam. Sedangkan produksi dengan menggunakan ATBM dinilai lebih tinggi kisaran Rp1 juta hingga Rp2 juta untuk pewarna sintesis sedangkan menggunakan pewarna alam di atas angka tersebut.
Kepada pemerintah, Sitti Erni yang juga menjabat sebagai Bendahara Koperasi Tenun Masalili Kreatif itu berharap pembinaan dan pelatihan dapat terus dilakukan secara berkelanjutan karena waktu tiga minggu dinilai belum cukup.
Bantuan permodalan untuk pengembangan usaha pun sangat diharapkan para pengrajin serta promosi pemasaran ditingkatkan lagi.
Salah satu pelatih teknik pewarna yang ditemui zonasultra di lokasi pelatihan, Eka (28) mengungkapkan, teknik pewarnaan kain tenun merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan guna menghasilkan warna yang kuat pada kain.
Pasalnya, kesalahan dalam teknik pewarnaan akan menyebabkan warna kain tidak kuat serta mudah luntur. Selain itu, pemahaman teori dan mengenal jenis warna pun harus dikuasai oleh pengrajin. Terutama untuk warna dasar serta cara menghasilkan warna baru dari teknik campuran warna.
“Teori memahami warna itu penting, kita tahu warna dasar itu merah, biru, kuning dan hitam. Nah untuk warna lain ya dari hasil percampuran,” Eka menjelaskan.
Pria yang sudah bekerja 10 tahun dalam teknik pewarnaan di Tenun Gaya Sukabumi, Jabar itu juga menambahkan, setelah memahami warnperlu diketahui bagaimana cara memasak benang dengan larutan pewarna sesuai takaran serta menghilangkan racun dari limbah usai memasak benang sehingga bisa dibuang ke lingkungan.
Dalam tahap pewaranaan yang bakal dilakukan di Masalili dengan satu buah tempat memasak bisa menghasilkan tujuh gulungan benang dengan berat 1 kg sekali proses pewarnaan. Waktu yang dibutuhkan hingga proses penjemuran kurang lebih empat jam.
Baca Juga : Tina Nur Alam : Kampung Tenun Masalili Jadi Destinasi Wisata Sultra
Untuk diketahui, pada Oktober 2018 lalu BI Sultra bersama Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Muna, Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Muna, Dinas Pariwisata Kabupaten Muna serta Bank Sultra Cabang Raha menandatangani MoU Local Economic Development Pengembangan Tenun Masalili di Kabupaten Muna. MoU tersebut mencakup antara lain sisi penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas, motif, desain dan pemasaran.
BI Sultra pun telah mengikutsertakan tenun Masalili pada kurasi internasional yang hasilnya kain tenun Masalili lolos kurasi dan layak dijual hingga pasar internasional. (SF/*)
Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati