Beragam Kasus Kekerasan Seksual di Sultra dan Mangapa RUU PKS Harus Segera Disahkan

Beragam Kasus Kekerasan Seksual di Sultra dan Mangapa RUU PKS Harus Segera Disahkan
Ilustrasi

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyuarakan bahwa pelindungan bagi korban kekerasan seksual adalah sesuatu hal yang mendesak. Oleh karena itu Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) harus segera disahkan.

Menurut JMS Sultra, kekerasan seksual adalah salah satu isu penting dan sekaligus paling rumit dalam peta kekerasan terhadap perempuan. Mengurai akar permasalahan dan memecah kebisuan perempuan korban kekerasan seksual dapat terjadi dengan mendekatkan pada penglihatan, pendengaran, pikiran dan hati yang jernih di masyarakat.

Dalam potret kekerasan terhadap perempuan baik di tingkat nasional maupun lokal kekerasan seksual selalu menduduki porsi terbesar. Pelaporan kekerasan seksual terus bertambah setiap tahunnya dan semakin kompleks, tidak terkecuali di masa pandemi Covid-19.

Catatan 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa dalam 1 jam terjadi 2 hingga 3 kasus seksual kekerasan seksual di ranah komunitas dan negara. Sementara kasus kekerasan seksual di Sultra pada tahun 2021 yang datanya dihimpun dari lembaga layanan sebanyak 69 kasus dengan beragam kompleksitas masalah dan jenis kasusnya.

Kasus kekerasan seksual di Sultra yakni mulai dari kekerasan seksual di ruang personal yaitu perkosaan sedarah (incest), pemerkosaan di komunitas, pelecehan seksual maupun kekerasan seksual di ruang cyber. Korban yang mengalaminya pun cukup beragam mulai dari anak-anak hingga usia lanjut.

Jika ditilik pelaku kekerasan seksual juga beragam mulai dari kalangan kelompok miskin, PNS, oknum pejabat publik, guru, ayah kandung, kakak kandung, ayah tiri, kakak tiri, kakek hingga orang tidak dikenal.

JMS menyebut dalam catatan lembaga layanan penanganan kasus kekerasan seksual masih mengalami hambatan dan tantangan di antaranya: kasus kekerasan seksual yang dilaporkan pada ranah hukum tidak dapat diproses hingga persidangan; masih ditemukan perspektif aparat hukum belum berpihak pada korban; di sejumlah kabupaten layanan kesehatan masih berbayar contohnya visum; rumah aman belum tersedia; di daerah kepulauan dengan keterbatasan akses transportasi membuat penanganan krisis tidak dapat terpenuhi dengan segera; budaya masyarakat yang masih menyalahkan korban menghambat korban untuk memperoleh keadilan dan dukungan penuh untuk pemulihan.

Merespon kompleksitas persoalan kekerasan seksual tersebut membutuhkan tanggung jawab Negara untuk menangani dan mencegah kekerasan seksual sehingga perempuan korban kekerasan seksual mendapatkan keadilan dan pemulihan.

Inisiatif parsial datang dari beberapa institusi pemerintah dan pendidikan. Pada bulan Oktober, Menteri Pendidikan Nasional RI mengeluarkan PerMendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi. Kondisi dipicu karena kebijakan payung yaitu undang – undang penghapusan kekerasan seksual yang telah beberapa kali masuk dalam prolegnas prioritas tak kunjung disahkan.

JMS Sultra menilai keberadaan UU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat memperkuat upaya penghapusan kekerasan seksual di Indonesia, sekaligus untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang mampu menjamin warganya agar terbebas dari ancaman kekerasan seksual.

RUU PKS telah 2 kali masuk dalam prolegnas prioritas, terakhir pada periode tahun 2020-2024. Setelah melalui serangkaian proses pembahasan yang cukup panjang dan mendapat masukan dari berbagai pihak, draf awal RUU ini yang berganti nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Untuk itu JMS sangat mengapresiasi kerja keras Baleg DPR RI dalam penyusunan RUU TPKS yang prosesnya terbuka dan partisipatif dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait. Namun pada Rapat Pleno di Baleg dalam rangka mengambil keputusan atas naskah draf RUU TPKS terkendala masih minimnya dukungan fraksi.

Hal itu menjadi keprihatinan JMS Sultra karena RUU TPKS belum menjadi komitmen politik dan agenda prioritas mayoritas fraksi-fraksi. Atas kondisi tersebut JMS Sultra untuk Advokasi RUU PKS menyatakan sikap:

1. Mengapresiasi kerja keras Baleg DPR RI dalam penyusunan RUU TPKS sebagai bentuk komitmen negara untuk memberikan pelindungan terhadap warga negaranya dari tindak pidana kekerasan seksual.

2. Meminta komitmen politik semua fraksi untuk mendukung draf RUU TPKS yang dihasilkan Baleg untuk dibahas lebih lanjut demi terwujudnya pencegahan, keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual. Kepentingan korban haruslah diutamakan daripada kepentingan politik sebagai upaya konkrit menyelamatkan generasi penerus dan mewujudkan Indonesia maju tanpa kekerasan seksual.

3. Mendukung Baleg untuk menetapkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR RI dan menyelesaikan pembahasan RUU TPKS tersebut paling lambat pada masa sidang I tahun persidangan 2021-2022.

4. Mendukung Baleg DPR RI untuk melanjutkan pembahasan RUU TPKS secara transparan, partisipatif dan inklusif dengan membuka akses dan memberikan ruang bagi kelompok masyarakat sipil termasuk lembaga penyedia layanan pendampingan korban, pendamping korban, dan korban kekerasan seksual dari kelompok marginal untuk memberikan masukannya.

5. Meminta kepada DPR RI untuk mengesahkan RUU TPKS pada tahun 2021 dengan memastikan substansi RUU yang mengakomodir kebutuhan dan kepentingan korban kekerasan seksual, berfokus pada rumusan norma hukum untuk pelindungan dan pemulihan korban, dan menolak rumusan norma hukum yang berpotensi mengkriminalisasi korban.

Jaringan Masyarakat Sipil Sulawesi Tenggara untuk Advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan gabungan dari LBH Kendari, Rumpun Perempuan Sultra, Yayasan Lambu Ina, Rumpun Perempuan Sultra, Serikat Pekka Baubau, Jaringan Perempuan Pesisir Sultra, Aliansi Perempuan Sultra, Solidaritas Perempuan Kendari, Kohati Kendari, Korps PMII Puteri UHO, Suluh Perempuan Kendari, Vox Populi Institute Sultra, PMKRI Cabang Kendari, GMNI Cabang Muna, PMII Cabang Muna, Kohati Badko HMI Sultra, Serikat PEKKA Cabang Buton Selatan, Jaringan Paralegal Kabupaten Muna, Dra. Hj Sartiah Yusran. M.Ed. Ph.D, dan Laxmi. (*)


Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini