ZONASULTRA.ID, KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) menyimpan begitu banyak pesona wisata bahari yang tak kalah dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Salah satunya adalah Pulau Bokori.
Pulau Bokori berada di tengah hamparan laut luas. Karena dikelilingi lautan, berlibur atau berwisata di sini dijamin akan memberikan ketenangan tersendiri. Sesekali hanya suara riak-riak ombak kecil dan deru mesin kapal nelayan yang terdengar dari kejauhan.
Secara administratif, Pulau Bokori berada di wilayah Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sultra. Pulau ini berhadapan langsung dengan perkampungan masyarakat suku Bajo yang berada di daratan.
Salah satu daya tarik Pulau Bokori adalah pasirnya yang putih. Air lautnya pun sangat jernih dan tidak mudah keruh. Birunya laut lepas yang terpampang jelas di depan mata menjadi pemandangan tersendiri yang sayang untuk dilewatkan. Apalagi jika air laut dalam kondisi tenang.
Tak hanya itu, Pulau Bokori juga menawarkan pesona sunset yang menawan. Jadi bagi pencinta sunset, tak ada ruginya memasukkan pulau ini ke dalam daftar objek wisata yang wajib dikunjungi.
Pulau Bokori juga menjadi tempat ideal untuk berenang. Di sini Anda bebas berenang sepuas hati. Namun, jika ingin berenang lebih jauh ke tengah laut sebaiknya berhati-hati agar tidak menginjak bulu babi.
Pada siang hari, udara di Pulau Bokori memang terasa sangat panas karena teriknya matahari. Namun, Anda tak perlu khawatir karena sudah ada pohon pelindung. Angin sepoi-sepoi juga akan senantiasa menyapa wajah dan tubuh Anda.
Akses Menuju Pulau Bokori
Ada dua cara yang bisa ditempuh untuk sampai ke Pulau Bokori. Pertama, menggunakan transportasi laut langsung dari pelabuhan di Kendari menuju pulau ini. Kedua, menggunakan transportasi darat dari Kendari menuju perkampungan masyarakat suku Bajo.
Di sana banyak penduduk setempat yang menyediakan jasa antar ke Pulau Bokori. Cukup dengan merogoh kocek Rp20.000 per orang, Anda sudah mendapatkan layanan antar jemput. Nah, jika ingin lebih praktis dan murah, cara kedua bisa menjadi alternatif.
Soal akses jalan juga tidak perlu khawatir karena jalan dari pusat Kota Kendari menuju perkampungan masyarakat suku Bajo kini telah teraspal mulus bak jalan tol. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit Anda sudah tiba di perkampungan suku Bajo.
Jalan tersebut merupakan salah satu mega proyek pemerintahan Gubernur Ali Mazi dan Wakil Gubernur Lukman Abunawas. Anggarannya bersumber dari dana APBD Provinsi Sultra sebesar Rp144 miliar, ditambah dana pinjaman sebesar Rp728 miliar.
Jalan sepanjang 14 kilometer dengan lebar 27 meter itu memang salah satu tujuannya untuk menunjang geliat pariwisata di wilayah Kecamatan Soropia dan sekitarnya. Di antaranya Pulau Bokori dan Pantai Toronipa.
Pulau yang Nyaris Hilang
Sebelum menjadi objek wisata, Pulau Bokori dulunya adalah perkampungan bagi Suku Bajo. Seiring bertambahnya penduduk di sana, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada pertengahan tahun 1980-an di bawah pemerintahan Gubernur Alala mulai memindahkan penduduk pulau tersebut ke daratan.
Kini penduduk “bekas” Pulau Bokori telah berkembang dan mendiami desa-desa pesisir yang masuk dalam wilayah Kecamatan Soropia.
Sekitar tahun 1990-an, di era pemerintahan Gubernur Sultra berikutnya, La Ode Kaimoeddin, Pulau Bokori berjaya sebagai salah satu objek wisata bahari andalan Bumi Anoa.
Berbagai pohon tumbuh di Pulau Bokori. Pemerintah juga membangun puluhan cottage atau vila di sepanjang bibir pantai. Bahkan rumah permanen berlantai dua pernah berdiri kokoh di sana. Masyarakat setempat menyebutnya dengan rumah jabatan (rujab) gubernur.
Adalah Bidu, warga setempat yang diberi kepercayaan untuk menjaga Pulau Bokori. Berdua dengan istrinya, dia tetap tinggal di pulau tersebut ketika penduduk yang lain telah pindah ke daratan.
Hasilnya, tak ada yang berani mengambil pasir, batu karang, ataupun menebang pohon di pulau itu.
Awal tahun 2000-an, Bidu mulai sakit-sakitan. Ia memutuskan untuk pindah ke daratan hingga meninggal di sana.
Saat itulah, oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab mulai merambah Pulau Bokori. Pasir, batu karang, dan pepohonan tak luput dari tangan-tangan jahil. Akibatnya, pulau yang begitu rindang berubah menjadi gersang dan hanya menyisakan jejeran pohon kelapa.
Satu per satu cottage tersisa tinggal tiangnya saja. Papan dan kayu-kayunya pun diambil. Abrasi semakin tak terkendali karena pasir dan batu karang yang terus dieksploitasi.
Sejak saat itu pula, gema Pulau Bokori tak terdengar lagi. Seiring berjalannya waktu namanya kian redup. Apalagi setelah Pemerintah Kabupaten Konawe membuka objek wisata Pantai Toronipa. Pulau ini nyaris terlupakan.
Jika menginjakkan kaki di sini, agas atau nyamuk-nyamuk kecil siap menyapa dengan gigitan-gigitannya yang khas. Hanya sesekali pulau ini ramai ketika tahun baru tiba atau ada pesta nelayan.
Digadang Jadi Wisata Kelas Dunia
Setelah sekian lama terbengkalai, Pemprov Sultra di bawah komando Nur Alam ingin kembali menjadikan Pulau Bokori sebagai destinasi wisata andalan Sultra.
Tak tanggung-tanggung, saat itu, Nur Alam punya impian menjadikan Pulau Bokori objek wisata internasional sekelas Maldive dan Karibia.
Nur Alam juga optimistis Pulau Bokori akan mampu bersaing dengan destinasi wisata berlevel internasional lainya di Sultra, salah satunya Taman Laut Wakatobi dan Labengki di Konawe Utara.
Karena itu berbagai terobosan dilakukan. Pulau ini kembali didandani agar cantik seperti sediakala. Cottage dan gazebo mulai dibangun. Pohon-pohon juga mulai ditanam. Begitu pun dengan akses jalan setapak. Air tawar dan listrik juga menjadi perhatian.
Kini, di bawah kepemimpinan Ali Mazi, Pemerintah Provinsi Sultra terus berupaya melengkapi sarana dan prasarana pendukung di pulau itu.
Fasilitas di Pulau Bokori
Ada dua pilihan jika Anda ingin berwisata di Pulau Bokori. Menginap atau hanya berwisata di pagi hari lalu kembali sore harinya.
Di Pulau Bokori kini terdapat sejumlah vila yang bisa Anda sewa. Jika menginap biayanya berkisar Rp1 juta, namun jika hanya setengah hari pengelola pulau mematok Rp500 ribu. Selain vila, juga ada gazebo yang bisa disewa.
Listrik di pulau ini bersumber dari genset sedangkan air bersihnya dipasok dari perkampungan masyarakat suku Bajo.
Jika Anda bosan bermain di air laut dan ingin menguji adrenalin, boleh mencoba wahana banana boat atau donat boat. Harganya dipatok Rp120 ribu untuk beberapa putaran. Jika Anda beruntung, pemilik wahana ini bisa menurunkan harga hanya Rp100 ribu.
Keunggulan lain dari Pulau Bokori adalah kebersihannya yang terus terjaga. Pengelola memang mempekerjakan beberapa penduduk lokal sebagai cleaning service. Setiap hari pekerja yang rata-rata ibu rumah tangga itu memastikan kawasan Pulau Bokori tetap bersih dari sampah.
Kebersihan itu pun diakui oleh pengunjung. Salah satunya Jumi Iskandar. Baginya kebersihan di pulau ini menjadi daya tarik tersendiri selain view pulau dan momen sunset yang menurutnya sangat indah.
Namun, ia menggarisbawahi fasilitas penginapan perlu dibenahi, terutama ketersediaan air bersih dan penerangan yang masih terbatas.
“Pulaunya bagus, apalagi pemandangan sunset-nya itu keren. Akses jalan juga bagus, kapal juga aman. Cuma perlu dipoles lagi. Misal, saat saya bersama rekan-rekan kantor menginap, vila yang kami sewa kekurangan air bersih dan penerangan juga kurang,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan pengunjung lainnya, Dwi Handayani. Ibu satu anak ini mengakui kebersihan pulau yang masih terjaga. Hanya saja fasilitas seperti vila perlu perawatan.
Kembalinya geliat wisata di Pulau Bokori tentu membawa berkah bagi penduduk lokal. Ada beberapa warga yang membuka warung dan menjual makanan ringan, mi instan, kopi, dan teh. Mereka juga bersedia jika Anda ingin memakai jasa mereka untuk membakar ikan.
Pengelola jasa antar jemput ke Pulau Bokori serta jasa sewa banana boat dan donat boat semuanya merupakan penduduk lokal. (*)
Editor: Jumriati