Pola Pangan Kolaka

119
Opini Zonasultra
Zulfikar Halim Lumintang, SST.

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Dengan memenuhi kebutuhan pangan sesuai standar, maka manusia dapat melakukan aktivitas sehari-hari seiring dengan masuknya energi ke dalam tubuhnya. Namun, pemenuhan kebutuhan pangan sesuai standar, masih belum menjadi perhatian khusus. Utamanya bagi penduduk dengan kelompok pengeluaran rendah, sehingga tidak sedikit ditemukan penyakit malnutrisi yang menjangkiti penduduk dengan kelompok pengeluaran rendah tersebut. Diantaranya kwashiorkor, marasmus dan  beri-beri.

Masyarakat Indonesia masih berada pada tahap mengutamakan kuantitas daripada kualitas pangan. Kualitas pangan yang dimaksud termasuk keragaman pangan dan keseimbangan gizi. Konsumsi pangan yang beragam sangat penting, karena tubuh memerlukan 45 jenis zat gizi yang dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan dan minuman. Mengingat sampai saat ini, belum ada satu jenis pangan yang dapat memenuhi semua kebutuhan zat gizi tersebut.

Oleh karenanya, penting dilakukan pengukuran pola pangan harapan, untuk mengetahui keragaman dan keseimbangan konsumsi pangan pada suatu wilayah. Sampai saat ini, Badan Ketahanan Pangan menggunakan Skor Pola Pangan Harapan sebagai indikator penilaian. Salah satu sumber data yang digunakan adalah data Susenas Maret pada tiap tahun yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Melalui Susenas Maret, BPS menghasilkan data konsumsi kalori perkapita sehari dan konsumsi protein perkapita sehari.

Mengapa harus kalori dan protein?

Kalori merupakan takaran energi dalam makanan. Kalori sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, salah satu manfaatnya adalah sebagai penghasil energi yang digunakan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Setiap makanan yang kita makan tentu mengandung kalori. Namun proporsi kandungan tiap jenis makanan berbeda-beda. Setiap gram karbohidrat, mengandung empat kalori. Setiap gram protein, mengandung empat kalori. Dan setiap gram lemak, mengandung sembilan kalori.

Hasil dari Susenas Maret 2019 menunjukkan, secara rata-rata, konsumsi kalori perkapita sehari penduduk Kolaka sudah cukup bagus, yakni mencapai angka 2364.73 kkal perkapita sehari. Namun penduduk kelompok pengeluaran perkapita sebulan 40% bawah masih memiliki konsumsi kalori perkapita yang rendah, yaitu hanya mencapai 1978.29 kkal perkapita sehari. Angka tersebut tentu berada di bawah angka rekomendasi kecukupan kalori yang mencapai 2150 kkal perkapita sehari.

Protein juga hal yang sangat penting bagi tubuh manusia. Sama dengan karbohidrat, fungsi utama protein adalah sebagai penghasil energi bagi tubuh. Selain itu, protein juga berfungsi sebagai pelaku utama dalam proses pembentukan enzim. Enzim merupakan protein yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia dalam tubuh. Faktanya, sebagian besar reaksi kimia dalam tubuh kita tidak akan berjalan lancar tanpa enzim. Misalnya pada enzim pencernaan, enzim ini memecah makanan yang kita makan, menghasilkan partikel kecil yang dapat diserap melalui lapisan usus halus. Partikel tadi memasuki aliran darah, yang kemudian diangkut ke seluruh tubuh dan sel-sel kita. Sel kemudian menggunakan partikel makanan yang dicerna tadi sebagai nutrisi.

Hasil dari Susenas Maret 2019 menunjukkan, secara rata-rata, konsumsi protein perkapita sehari penduduk Kolaka terhitung mantap, yakni mencapai angka 67,54 kkal perkapita sehari. Angka tersebut berada 10 poin di atas rekomendasi Angka Kecukupan Protein yaitu 57 kkal perkapita sehari. Namun, penduduk dengan pengeluaran perkapita sebulan 40% bawah di Kolaka masih memiliki rata-rata konsumsi protein perkapita sehari di bawah Angka Kecukupan Protein. Yakni hanya mencapai 54,18 kkal perkapita sehari. Tentu saja hal ini patut mendapat perhatian, dikarenakan kekurangan protein akan menimbulkan permasalahan baru.

Kemiskinan, Kalori, dan Protein

Dari kalori dan protein, dua zat yang sangat diperlukan tubuh tersebut, kita bisa melihat bahwa penduduk dengan pengeluaran perkapita sebulan 40% bawah di Kolaka masih memiliki konsumsi rata-rata kalori dan protein di bawah Angka Kecukupan. Kemudian, jika kita melihat Garis Kemiskinan pada tahun 2019 di Kolaka yang mencapai Rp 370.036,- tentu akan sedikit miris. Karena, seperti yang kita ketahui, bahwa Garis Kemiskinan tersebut adalah penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non makanan, yang artinya untuk konsumsi makanan sendiri  batasnya adalah kurang dari Rp 370.036,-.

Dengan garis kemiskinan tersebut, Kolaka memiliki persentase penduduk miskin sebesar 11,92% pada tahun 2019. Sehingga bisa diartikan bahwa penduduk Kolaka yang masuk kategori miskin kemungkinan besar akan mengalami kekurangan konsumsi kalori dan protein dalam tubuh. Berkaitan dengan hal itu, Pemerintah melalui Kementerian Sosial, pada tahun 2019 juga telah meluncurkan Bantuan Sosial bagi penduduk miskin bertajuk Bantuan Pangan Non Tunai atau biasa disebut BPNT. Sebagai langkah konkrit menanggulangi kemiskinan, pemerintah menggelontorkan Rp 110.000,- per KPM per bulan.

Dengan uang tersebut, para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dapat membelanjakan beras dan telur kepada warung yang telah ditunjuk. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa beras adalah komoditas penyumbang kalori terbesar dan telur adalah bahan makanan yang kaya akan protein. Sehingga pemilihan bahan pokok untuk bantuan sudah sangat pas. Ditambah lagi, Bapak Presiden juga menegaskan akan ada kenaikan jumlah uang yang akan dibagikan dalam BPNT menjadi Rp 150.000,-. Dengan kenaikan nominal tersebut, harapannya para KPM juga bisa mengkonsumsi ikan dan daging sebagai tambahan konsumsi protein.

Saran Kebijakan

Pola pangan sangat berhubungan erat dengan kesehatan tubuh. Selain itu, ternyata pola pangan juga sangat berhubungan dengan kemiskinan. Jadi penduduk miskin bisa jadi rentan terhadap serangan penyakit dikarenakan tidak tercukupinya konsumsi zat yang berguna bagi tubuh semisal kalori dan protein.

Sehingga pemerintah harus lebih memperhatikan pola pangan masyarakat terutama penduduk miskin, agar dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Namun, penduduk miskin di Indonesia khususnya di Kolaka juga tidak boleh terlalu dimanja dengan adanya Bantuan Sosial. Mereka harus didorong untuk terus meningkatkan kualitas diri guna minimal bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

Apalagi secara makro, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kolaka 12,62% nya masih didominasi oleh kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sehingga untuk konsumsi pangan harusnya tidak lagi menjadi masalah dalam pemenuhannya. Mungkin perhatian khusus perlu ditingkatkan pada kualitas bahan pangan yang dihasilkan oleh masyarakat di Kolaka. Kualitas bahan pangan yang baik, tentu akan menghasilkan pasar yang baik pula, selain menghasilkan kandungan gizi yang baik.

Sebagai permulaan, mungkin bisa diaplikasikan sebuah sistem pemanfaatan pekerja pertanian lokal. Seperti yang kita ketahui bersama, banyak tenaga kerja pertanian dari Sulawesi Selatan yang berburu pekerjaan di Kolaka karena kalah bersaing di daerah asalnya. Hal ini secara tidak langsung akan menciptakan persaingan bagi para pekerja lokal. Terutama bagi penduduk miskin yang penghasilannya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebijakan ini tentu akan sangat menguntungkan bagi para penduduk setempat yang ingin menambah penghasilannya.

 

Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST
Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini