JATAM Sebut Ada Teterlibatan Dua Kementerian Dalam Kasus Dugaan Korupsi Gubernur Sultra

77
DISKUSI KASUS TAMBANG: Campagner JATAM Komoditi Nikel, Sahrul dalam diskusi yang digelar di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said Kuningan Setia Budi Jakarta Pusata, Selasa Sore (30/8/2016). (RIZKI ARIFIANI/ZONASULTRA.COM)
DISKUSI KASUS TAMBANG: Campagner JATAM Komoditi Nikel, Sahrul dalam diskusi yang digelar di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said Kuningan Setia Budi Jakarta Pusata, Selasa Sore (30/8/2016). (RIZKI ARIFIANI/ZONASULTRA.COM)
DISKUSI KASUS TAMBANG: Campagner JATAM Komoditi Nikel, Sahrul dalam diskusi yang digelar di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said Kuningan Setia Budi Jakarta Pusata, Selasa Sore (30/8/2016). (RIZKI ARIFIANI/ZONASULTRA.COM)
DISKUSI KASUS TAMBANG: Campagner JATAM Komoditi Nikel, Sahrul dalam diskusi yang digelar di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said Kuningan Setia Budi Jakarta Pusata, Selasa Sore (30/8/2016). (RIZKI ARIFIANI/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, JAKARTA– Jaringan Advokat Tambang (JATAM) menilai dugaan korupsi yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam bagaikan puncak gunung es yang menyimpan banyak persoalan pertambangan.

Campagner JATAM komoditi Nikel, Sahrul mengungkapkan, apa yang menimpa Nur Alam tidak lepas dari peran pihak lain termasuk dua Kementerian Negara yaitu Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Kementerian ESDM berperan dalam persetujuan Clean and Clear (CNC) dan perizinan lainnya. Sedangkan Kementerian Kehutanan berkewenangan memberikan Izin Pakai Kawasan Hutan (IPKH).

(Berita terkait : JATAM: Kasus Dugaan Korupsi Nur Alam Bagian Rentetan Pelanggaran Hukum Pertambangan yang Terjadi di Sultra)

Selain dugaan korupsi, juga terjadi kejahatan ekologi akibat dari aktivitas pertambangan. Termasuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahaan pertambangan termasuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Konsekuensinya kita mendorong untuk ditindaklanjuti. Jadi apa yang dilakukan KPK patut diapresiasi menjadi pintu masuk peneggakan hukum yang lainnya,” kata Sahrul, dalam diskusi bersama awak media yang digelar di Gedung KPK, jalan Rasuna Sahid, Kuningan Setia Budi, Selasa Sore (30/8/2016).

“Misalnya evaluasi mekanisme Clean and Clear (CnC),  mencakup pertambangan di kawasan konservasi dan hutan lindung,” ucapnya.

JATAM mengklaim tambang adalah kejahatan yang sempurna yang menggunakan instrumen penegak dan tata ruang. Dalam hal ini, modus yang digunakan gubernur adalah perubahan tata ruang.

(Berita terkait : JATAM : Nur Alam Lakukan Penurunan Status Kawasan Hutan)

IUP yang dikeluarkan secara jor-joran oleh kepala daerah serta pengawasan yang lemah membuat celah korupsi semakin besar. Faktanya keuntungan hasil pertambangan tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat daerah, namun mengalir ke kantong para oknum yang mempunyai kewenangan.

Diskusi yang dihadiri oleh JATAM, Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Indonesia (GNPSI), Walhi, Publish What You Pay (PWPY) Indonesia, ICW, dan lainnya mengharapkan penetapan tersangka kepada Nur Alam menjadi pintu masuk penyelamatan lingkungan hidup dan persoalan pertambangan. (B)

 

Reporter : Rizki Arifiani
Editor   : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini