Abdul Rahman Farisi, Orang Baru, Warna Baru

OPINI : Dalam hampir dua dasawarsa, nyaris tidak ada wajah baru di perpolitikan Sultra. Mereka yang malang melintang sejak lima belas tahun terakhir, masih itu-itu saja yang wara-wiri menancapkan kuku kekuasaan dan pengaruhnya hingga saat ini. Paling tidak, hanya bergeser atau malah melebar ke anak dan istrinya.

Andi Syahrir

Memang tidak mudah memasuki rimba raya politik praktis, dimana politik gagasan adalah sesuatu yang nyaris tak lagi laku dijual. Berganti dengan praktik politik transaksional dengan varian yang aneka rupa.

Puncak setiap kontestasi politik adalah pemilihan pemimpin daerah. Bupati, walikota, gubernur. Menyambut pemilihan gubernur, nama yang beredar tidak banyak berubah. Para pemain lama. Asrun, Rusda Mahmud, Lukman Abunawas, Ali Mazi, Hugua, Ridwan Bae, Sjafei Kahar, Amirul Tamim, La Ode Ida.

Namun ada beberapa nama yang asing. Supomo, La Suti Taka, dan Abdul Rahman Farisi (ARF). Kita akan membahas nama yang disebut terakhir. Muda. Bukan birokrat atau militer. Dia akademisi, tepatnya ekonom.

ARF tidak membawa nama besar. Tidak orangtua. Pun tidak mengibarkan kebesaran klan keluarga tertentu. Dia datang dengan “baju di badan” beserta gagasannya –“Sultra bergerak dua kali lebih cepat”.

Ada ceruk gagasan yang diisinya. Bahwa banyak kepala daerah memiliki konsep bagus untuk membangun daerah, namun gagal bersinergi dengan pemerintah pusat, karena tidak memiliki jejaring yang memadai dengan aktor-aktor penting di eksekutif dan legislatif.

ARF mengklaim memiliki itu. Di DPR, dia tenaga ahli anggota DPR, terutama pada proses legislasi dan budgeting. Di eksekutif, aktif sebagai tenaga ahli Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa posisi “tenaga ahli” bukan semata karena kepakaran yang diampunya sehingga ARF berada di posisi itu, tapi di baliknya ada kekuatan lobi dan jejaring yang membuatnya tembus sampai ke sana. Itu yang membuatnya percaya diri. Bukankah gelanggang politik memang hanya soal jaringan dan lobi?

Baca Juga : Pelabuhan Terakhir Lukman Abunawas

Di tahap ini, seluruh bakal kandidat sedang mencari perhatian partai politik untuk mendapatkan sokongan. ARF pastinya bermain di level pusat –dengan jaringan yang dimilikinya– sembari meyakinkan elit partai di daerah dengan kartu sakti bernama elektabilitas, yang secara relatif diukur melalui survei.

Sebagai pendatang baru, ARF butuh dikenal. Perlu popularitas. Anak tangga sebelum bicara elektabilitas. Kita perlu menghargai anak muda ini. Sebagai orang baru, membawa warna baru.***

 

Oleh Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini