Penderitaan tenaga kerja Indonesia di luar negeri kian hari semakin meningkat. Kita dapat melihat berbagai jumlah kasus yang terjadi, di antaranya pelecehan seksual, pemerkosaan, penganiayaan hingga kasus pembunuhan dengan ancaman hukuman mati. Terakhir data yang diperoleh dari Majalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia edisi November 2013, tercatat ada 226 Warga Negara Indonesia terancam hukuman mati, 27 diantaranya adalah Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi.
Bahkan, empat di antaranya tinggal menunggu eksekusi pancung. Dari berbagai kasus tersebut muncul asumsi bahwa pemerintah telah gagal menjamin hak warga negaranya yang berada di luar negeri.
Sebenarnya, Bangsa Indonesia seringkali diperhadapkan kasus kekerasan terhadap tenaga kerja asal Indonesia. Ini merupakan tamparan bagi bangsa Indonesia sendiri. Mengapa demikian? Karena pemerintah Indonesia tidak mau berkaca dari kasus kasus sebelumnya dan segera melakukan tindakan strategis dalam menyelamatkan tenaga kerja Indonesia. Padahal, pemberian gelar “Pahlawan Devisa” rasanya tak cukup untuk membalas kontribusi mereka bagi pembangunan negeri ini.
Perlu dipahami secara seksama pengiriman tenaga kerja ke luar negeri bukanlah pilihan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Karena, meskipun di luar negeri, mereka hanya bekerja sebagai buruh. Sehingga muncul anggapan bahwa Indonesia adalah negara buruh yang tak memiliki wibawa apa apa.
Mengembalikan Wibawa Bangsa Indonesia
Upaya mengembalikan wibawa Bangsa Indonesia dalam penyelamatan terhadap tenaga kerja Indonesia, perlunya pemerintah melakukan langkah langkah yang berani. Penarikan semua tenaga kerja yang berada di luar negeri yang dibarengi dengan penghentian pengiriman tenaga kerja ke luar negeri barangkali cukup efektif untuk mengembalikan wibawa Bangsa Indonesia agar tidak dicap sebagai negara buruh. Kalau pun terpaksa harus bekerja di luar negeri bukan untuk menjadi buruh.
Agar langkah itu bisa efektif, maka pemerintah perlu melakukan pemerataan pembangunan dan pembukaan lapangan kerja di seluruh wilayah Indonesia. Pilihan untuk menjadi buruh di luar negeri disebabkan ketiadaan lapangan kerja dalam negeri.
Peningkatan Taraf Pendidikan
Rata rata tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri berpendidikan rendah. Alhasil mereka hanya mampu mengisi pos sebagai pekerja kasar maupun pembantu rumah tangga (PRT). Karena itu, penting kiranya memikirkan peningkatan taraf pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Anggaran pendidikan sebanyak 20% sebagaimana diamanatkan undang undang harus dilaksanakan dengan konsisiten dan berkesinambungan.
Hal ini dimaksudkan agar seluruh putra bangsa bisa menikmati jenjang pendidikan yang lebih baik. Dengan begitu cita cita negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud. Maka jika bangsa ini cerdas dan terpelajar, taraf hidup membaik akan bisa mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini. Sehingga tidak perlu menjadi buruh di negeri orang.
Sebagai kesimpulan untuk mengembalikan wibawa bangsa dan menyelamatkan tenaga kerja Indonesia yang paling penting adalah keseriusan pemerintah dalam menjalankan tugasnya sebagai pengayom masyarakat. Dengan demikian semoga permasalahan tenaga kerja Indonesia segera berakhir dan kewibawaan bangsa Indonesia bisa kembali terbangun.
Oleh : Farma, SH., M.Kn
Penulis adalah Pemerhati Hukum, Anggota LBH Kendal Jawa Tengah