Jika ada tokoh Sultra yang paling kenyang asam garam birokrasi, maka semua mata akan memandang Lukman Abunawas. Kendatipun dia mewarisi darah biru penguasa, dia meretas kariernya sebagai birokrat dari bawah. Golongan dua. Dia pernah staf, berangsur menanjak pelaksana kasubag, sekwilcam, camat, kabag, kadis, bupati, kepala badan diklat provinsi, dan terakhir sekretaris daerah provinsi.
Andi SyahrirDia terlahir dari darah penguasa. Ayahnya, Abunawas, mantan Bupati Konawe (Kabupaten Kendari saat itu). Sebagai pamong yang tugas dan tanggungjawabnya senantiasa beririsan dengan praktik politik, Lukman pun terasah memainkan bidak-bidak perpolitikan. Di sepanjang 2003-2013, Lukman merupakan tokoh politik terkuat di bumi Konawe. Dia pernah menjadi Ketua Golkar Konawe sebelum kembali aktif sebagai pegawai negeri.
Setelah perseteruan panjangnya dengan Nur Alam, Lukman justru menjadi mitra terdekat sang gubernur memimpin Sultra. Lukman jadi sekretaris daerah. Ini salah satu bukti kepiawaian Lukman memainkan kartu-kartunya.
Di belakangnya, dia membawa nama besar. Keluarga besar Abunawas dengan seluruh pertalian darah dan perkawinan yang mengikatnya. Kerabatnya menyebar di seantero jazirah Konawe, termasuk Konawe Kepulauan, dan Kota Kendari. Seorang anaknya, Arniwaty Abunawas, merupakan istri dari Wakil Bupati Konawe Parinringi.
Lukman dikenang sebagai bupati yang memekarkan Konawe Utara dan Konawe Kepulauan. Konawe Selatan mekar duluan sebelum dia jadi bupati. Tapi sebagai tokoh lokal, tentu saja dia punya peran strategis atas mekarnya Konawe Selatan.
Konawe, kabupaten yang dipimpinnya selama 10 tahun, merupakan lumbung padi Sultra, yang kini menyandang sebagai salah satu provinsi penyuplai beras nasional. Untuk itu, dia pernah mendapat penghargaan dari Presiden SBY di tahun 2008 silam.
Di sosial kemasyarakatan, Lukman memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah. Dia pernah mewakili Sultra sebagai utusan Pimpinan Daerah Muhammadiah Kabupaten Konawe dalam Muktamar Muhamamdiyah ke-44 di Jakarta pada tahun 2005.
Lukman juga menjadi orang nomor satu di komite olahraga se-Sultra. Dia merupakan Ketua KONI Sultra yang dipilih secara aklamasi pada tahun 2015 silam. Secara pribadi, dia seorang karateka dan sangat dekat dengan organisasi bela diri itu.
Kendati demikian, perjalanan karier Lukman tidaklah seputih kertas. Lukman pernah menjadi tersangka korupsi dana pesangon anggota DPRD tahun 2003 senilai kurang lebih Rp 2 miliar. Dia ditetapkan tersangka tahun 2004 oleh Kejaksaan Tinggi Sultra yang saat itu dipimpin oleh Antasari Azhar, mantan Ketua KPK.
Dia lolos dalam kasus itu. Lukman dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Kendari pada 23 Juni 2005. Dia dianggap tidak bersalah karena tindakan yang dilakukannya tidak memenuhi unsur korupsi.
Beberapa kalangan menilai Lukman tidak meninggalkan karya-karya monumental di Konawe, seperti yang dilakukan oleh Asrun, Rusda Mahmud, ataupun Hugua di daerahnya masing-masing. Kendatipun penilaian ini dapat saja diperdebatkan karena sudut pandang yang berbeda.
Dengan membawa seluruh gerbong latar belakang itu, Lukman akan menjajal Pilgub 2018. Partai akan menimbang-nimbangnya. Sejauh ini, dia terbilang tokoh paling sepuh di bursa calon gubernur. Per tanggal 11 September 2017, dia genap 59 tahun. Jika terpilih menjadi gubernur usianya sudah jalan 60 tahun.
Seperti dua bakal “teman bermainnya”, Asrun dan Rusda Mahmud, Lukman juga sudah berancang-ancang. Tim pemenangan di bawah bendera “Sahabat LA” terbentuk. Baliho terpasang dimana-mana. Santer beredar kabar yang belum terkonfirmasi, dia akan menggandeng Hugua, mantan Bupati Wakatobi.
Satu hal yang paling dibutuhkan Lukman saat ini adalah pintu partai. Hugua merupakan pilihan strategis mengingat dia Ketua PDIP Sultra yang mengantongi lima kursi di DPRD provinsi. Butuh minimal empat kursi koalisi lagi untuk bisa mengusung mereka.
Ada harapan untuk meraih PAN mengingat kemesraannya dengan Nur Alam saat ini. Tapi peluangnya menyusut mengingat kekuatan Asrun yang begitu superior dan posisi relatif Nur Alam yang mulai menarik diri dari partai matahari terbit itu.
Kekuatan Asrun bisa diredam jika saja Abdul Rasak, calon Walikota Kendari yang juga mendapat dukungan saudaranya, Masyhur Masie Abunawas (mantan Walikota Kendari), berhasil memenangkan pilwali. Bakal ada tambahan napas bagi Lukman jika realitasnya demikian.
Lukman juga tidak bisa berharap banyak pada Golkar, partai yang pernah dipimpinnya di Konawe. Ridwan Bae, sang ketua, tidak akan begitu saja menyerahkan pintu itu. Dia juga masih punya ambisi untuk maju untuk kedua kalinya.
Bagi Lukman, pertarungan di kancah pilgub adalah pelabuhan terakhir baginya. Jika berhasil mendapatkan dukungan parpol akan menjadi pertarungan pamungkasnya. Jika memenangkan kompetisi, kursi gubernur adalah capaian paripurnanya. Dan jika gagal merebut partai ataupun kalah dalam pertarungan, dia sisa menapak masa pensiun yang bahagia.***
Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial
Kekuatan politik daratan kepulauan akan terus berjalan seiring dengan kepentingan masing – masing tokoh politik, jika Rusda – Safei, Lukman – Hugua, Asrun – Ridwan Zakariah, maka kita akan tunggu siapa pasangan Ridwan BAE dalam pilkada Gubernur Sultra 2018…pasti akan lebih seruh