Perubahan Prinsip Social Distancing ke Physical Distancing pada Pandemi Covid-19 di Indonesia

Perubahan Prinsip Social Distancing ke Physical Distancing pada Pandemi Covid-19 di Indonesia
Muhammad Syahrir

Dunia pada saat ini telah di hebohkan oleh sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu Corona Virus atau lebih populer di sebut Covid-19. Pandemi penyakit ini sudah menyebar sampai di Negara-negara Asia Tenggara salah satunya Indonesia. Data terakhir per tanggal 23 Maret 2020 pukul 12.00 WIB, menurut juru bicara satuan gugus tugas penanganan Covid-19, Achmad Yurianto kasus positif sebanyak  579 kasus, meninggal dunia sebanyak 49 kasus dan kasus sembuh sebanyak 30 kasus.

Bila dilihat dari angka kecenderungan kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat setiap hari. Bahkan sampai data terakhir kasus meninggal dunia, Case Fatality Rate (CFR) /Rasio Fatalitas Kasus adalah 8,46% . Dan ini akan bertambah terus seiring dengan peningkatan jumlah kasus yang meninggal di hari-hari berikutnya. Untuk mencegah jumlah kasus Covid-19 ini bertambah dengan cepat, sesungguhnya melalui Presiden Joko Widodo per tanggal 15 Maret 2020  telah mengeluarkan sebuah himbauan , yaitu berupa gerakan social distancing atau pembatasan sosial / kontak satu sama lain untuk memperlambat atau mencegah penyebaran penyakit menular khususnya Covid-19 .

Setelah Pemerintah Pusat mengeluarkan himbauan ini, pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota juga melakukan himbauan yang sama kepada masyarakat sehubungan dengan social distancing ini yakni menghentikan sementara proses belajar mengajar di tingkat PAUD/TK sampai tingkat perguruan tinggi, bekerja dari rumah (work from home/WFH), hanya keluar untuk keperluan mendesak, menghindari penggunaan kendaraan umum, dan menunda perjalan yang tidak terlalu penting baik domestik maupun ke luar negeri. Selain itu juga menghindari tempat-tempat umum dan keramaian seperti pusat perbelanjaan, ruang terbuka public, tempat-tempat rekreasi, menghindari pertemuan kelompok yang dihadiri banyak orang selama 14 hari kedepan. Hal ini tentunya untuk meminimalisir kontak orang per orang untuk mencegah penularan Covid-19 ini.

Prinsip social distancing sesungguhnya merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan suatu penyakit menular. Tujuan dari gerakan social distancing ini adalah menghindari penyebaran Covid-19, menekan angka kasus agar tidak melebihi kapasitas Rumah Sakit dan memberikan lebih banyak waktu untuk pengembangan vaksin dan pengobatan. Tetapi tanpa adanya kerjasama dan kesadaran bersama dari seluruh lapisan masyarakat, maka gerakan ini tidak akan berarti.

Perkembangan kasus Covid-19 yang terus meningkat di Indonesia, gerakan social distancing ini merupakan cara untuk mencegah penularan yang lebih luas sehubungan dengan Pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini. Tentunya gerakan ini harus mampu di pahami dan di laksanakan oleh masyarakat. Namun gerakan ini belum sepenuhnya memberikan hasil yang signifikan terhadap penurunan angka kejadian kasus Covid-19, karena angka kejadian kasus setiap hari masih ada. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti masih ada tempat-tempat umum yang masih terbuka, kegiatan keramaian dan perkumpulan orang masih dilakukan, bepergian dalam dan luar kota/kab/provinsi sehingga social distancing ini belum sepenuhnya di implementasikan dengan baik.

Mengamati  fenomena yang berkembang tentang Covid-19 di Indonesia, maka World Health Organization (WHO) mengubah penerapan social distancing menjadi Physical distancing yaitu menjaga jarak aman antar orang per orang (1,5 – 2 meter) dan selain itu  lebih mengutamakan perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) seperti mencuci tangan dengan bahan antiseptic, Memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti Masker dan sarung tangan untuk memutus mata rantai penularan dari orang yang terjangkit kepada orang yang sehat. Menurut WHO, gagasan pengubahan itu adalah untuk menjernihkan pemahaman bahwa perintah untuk tetap di rumah selama pandemi Covid-19 jenis baru saat ini bukan tentang memutuskan kontak dengan teman dan keluarga, tetapi menjaga jarak fisik untuk memastikan penyakit itu tidak menyebar.

WHO menjelaskan pula bahwa langkah menjaga jarak fisik dan mengkarantina diri bila sakit memang baik untuk menahan penyebaran Covid-19. Namun, itu bukan berarti membuat orang-orang menjadi terisolasi secara sosial. Masyarakat tetap perlu melakukan interaksi sosial, terutama dengan memanfaatkan teknologi informasi dan menggunakan media social Hal ini seperti yang  disampaikan pula oleh Tim pakar Gugus tugas penanganan Covid-19, Wiku adisasmito di BNPB, Jakarta Timur (22-03-2020).

Pemerintah lalu mengubah istilah pembatasan sosial (social distancing) menjadi menjaga jarak fisik (physical distancing). Sebab, istilah social distancing dianggap kurang bagus oleh pemerintah. “Indonesia lalu menggunakan social distancing kemarin disepakati, social distancing itu nampaknya kurang bagus istilahnya, lalu ada istilah physical distancing yang lebih dianjurkan lagi untuk menggunakan istilah jarak fisik,” kata Mahfud saat teleconference dengan wartawan di Jakarta, Senin (23 Maret 2020). Mahfud mengatakan, langkah tersebut diambil hati-hati setelah melihat penanganan Covid-19 di sejumlah negara. Ia mencontohkan Negara Italia menggunakan konsep karantina wilayah (lockdown) dalam penanganan Covid-19. Akan tetapi, jumlah korban justru semakin besar karena perilaku masyarakat yang tidak memenuhi perintah lockdown hingga ratusan orang. Ia menjelaskan pula, meski ada perubahan penyebutan menjadi ‘physical distancing’, hal itu tidak mengubah kebijakan apa pun. Perubahan penyebutan itu dilakukan karena penyebutan ‘social distancing’ dianggap bertentangan dengan kebudayaan Indonesia serta dianggap seperti menjauhkan kerukunan antar masyarakat.

Semoga dengan peralihan prinsip dari Social distancing ke Physical Distancing dapat mencegah penularan lebih lanjut terhadap Covid-19 di Indonesia, dan kepada masyarakat untuk senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadap serta selalu berupaya mendukung dan mematuhi himbauan dari pemerintah untuk pencegahan penularan penyakit ini. Aminn..

 


Oleh : Muhammad Syahrir
Penulis adalah Mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Pascasarjana Universitas Halu Oleo (UHO)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini