Pada 5 Maret mendatang, teka-teki tentang siapa wakil walikota yang akan mendampingi Walikota Sulkarnain memimpin Kota Kendari hingga tahun 2022, akan terjawab. Sekitar seminggu lagi, sebanyak 35 anggota parlemen kota akan memilih.
Untuk mengisi waktu, hingga di hari pemilihan, kita mencoba menimbang kekuatan keduanya.
Pertama, Siska Karina Imran (SKI). Istri dari mantan Walikota Adriatma Dwi Putra (ADP) ini hampir pasti mendapat dukungan dari tiga partai dengan total 13 suara. PAN (5), Gerindra (4) dan Nasdem (4).
Sedangkan Adi Jaya Putra (AJP), kader Golkar, putra Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga, hampir pasti dipilih oleh legislator dari dua partai, PKS (7) dan Golkar (5). Dengan total 12 suara. Pada posisi ini, SKI unggul satu suara.
Keduanya akan bertarung memperebutkan 10 suara lainnya yang tersebar di partai-partai yang belum menyatakan dukungan kepada salah satu dari mereka. PDIP (5), Demokrat (2), Perindo (2), dan PKB (1).
Kemana empat partai ini mengarahkan dukungannya? Kita lihat PDIP dulu sebagai pemilik kursi terbanyak. Kita bisa melihatnya dari sisi koalisi nasional. Jika perspektifnya adalah hendak meneguhkan koalisi hingga ke daerah, maka PDIP kemungkinan akan mengarahkan dukungan ke SKI. Sebab di sana ada Gerindra dan Nasdem.
Benar bahwa PAN bukanlah koalisi dalam pemerintahan nasional, tapi setidaknya PAN lebih dekat dengan pemerintah ketimbang PKS yang benar-benar oposan.
Ketua PDIP Kendari Ishak Ismail tidak punya beban atas keduanya, AJP dan SKI. Tidak ada jasa yang harus dibalas Ishak kepada mereka. Ketua PDIP Sultra Abu Hasan pun demikian.
Baik Ishak maupun Abu Hasan, hanya perlu menimbang kepentingan karier politik mereka di masa depan.
Ishak yang jika ingin kembali mengadu peruntungan menjadi kandidat walikota, tentu tidak bisa berharap banyak dari PKS. Partai ini akan lebih memilih kadernya, Sulkarnain, sebagai kandidat petahana, ketimbang dirinya.
Dengan latar belakang ini, Ishak bisa saja memutuskan agar kadernya memilih SKI dengan harapan partai pengusung utamanya, PAN dan Gerindra, mau mengusungnya di pilwali mendatang.
Sedangkan Abu Hasan tidak punya kepentingan langsung. Dia bisa saja memutuskan merekomendasikan SKI karena mendukung Ishak, kadernya untuk berkompetisi di pilwali kelak.
Tetapi tunggu dulu. Di kubu AJP, masih ada Golkar yang juga mengantongi lima kursi. Saat ini, Golkar tidak punya kader yang dapat didorong menjadi calon walikota. Paling banter AJP.
Ishak lebih unggul ketimbang AJP. Jika umpan Ishak adalah Ishak-AJP pada pilwali mendatang, bisa jadi Golkar setuju. Atas hitungan ini, gerbong PDIP bisa ke AJP. Meskipun, alasan ini harus “dirahasiakan” dari Sulkarnain.
Kedua, Demokrat. Ketua Demokrat Kendari Suri Syahriah Mahmud adalah istri dari Ketua Demokrat Sultra Muhammad Endang. Keputusan Suri tentu juga akan banyak dipengaruhi oleh pendapat Endang, atasan dan juga sang suami.
Di masa lalu, Demokrat getol mewacanakan Kendari harus dipimpin oleh orang baru. Jangan itu-itu saja. Itu wacana yang dibangun ketika Suri berpaket dengan Muhammad Zayat Kaemoeddin dalam pilwali lalu, yang mengantarkan ADP-Sulkarnain menang.
Jika Demokrat masih kukuh dengan wacana itu, kader mereka akan diinstruksikan untuk tidak memilih SKI. Sebab, SKI adalah bagian dari yang dikritiknya. SKI adalah bagian dari apa yang disebutnya “yang itu-itu saja”.
Dalam perspektif koalisi nasional, hitungannya kurang relevan, mengingat “rival” Demokrat bukan Gerindra atau Nasdem, melainkan PDIP –yang saat ini juga masih “galau” mendukung SKI atau AJP. Sehingga Demokrat kecil kemungkinan mengarahkan dukungan karena hitung-hitungan koalisi nasional.
Namun perlu diingat, Endang juga sedang wait and see pada Pilkada Konawe Selatan, dimana ayah AJP, Surunuddin Dangga, kemungkinan akan maju. Meskipun Surunuddin juga punya persoalan sendiri karena Ketua Golkar Konsel Irham Kalenggo, Ketua DPRD setempat, sudah tancap gas. Keduanya memperebutkan pintu Golkar.
Agak rumit memposisikan pilihan Demokrat di calon Wakil Walikota Kendari jika dihubungkan dengan Pilkada Konsel. Demokrat bisa menjadi lawan sekaligus kawan bagi AJP. Ini butuh ulasan tersendiri yang sedikit panjang.
Jika hendak memasukkan pendapat subyektifitas saya –mengandalkan feeling– kemungkinan Demokrat akan mengarahkan dukungannya pada AJP. Tapi ini subyektif.
Bagaimana dengan Perindo? Partai baru yang praktis belum punya gesekan kepentingan apapun dengan kader atau partai lainnya, baik di kubu PKS ataupun PAN-Gerindra, partai poros utama dalam kontestasi wakil walikota ini.
Perindo seumpama suara mengambang karena tidak punya kepentingan apapun atas SKI-AJP atau dengan kedua kubu partai yang membeking mereka.
Komunikasi PKS dan PAN-Gerindra akan sangat menentukan pilihan Perindo. Apa yang bisa diperoleh Perindo kalau mereka mendukung salah satunya? Agak sulit membaca kemana arah Perindo. Namun, jika tidak cepat melakukan manuver, suara Perindo bisa jadi tidak lagi menjadi penentu bagi kemenangan SKI atau AJP.
Terakhir, PKB. Pemilik satu suara. Ketua PKB Kendari Rahman Towulo, yang juga sang pemilik suara, adalah mantan calon wakil walikota. Dia memilih mundur karena tiga alasan.
Pertama, dia menimbang AJP karena baik sebagai kandidat Bupati Konawe maupun sebagai caleg, AJP gagal. Dia memberikan ruang kompetisi lagi bagi AJP. siapa tahu yaro… Hehehe.
Kedua, dia memberikan peluang bagi SKI dengan timbangan bahwa SKI menggantikan suaminya. Ketiga, dia masih punya tanggungjawab sebagai anggota DPRD. Dia masih lebih memilih itu ketimbang masuk dalam kontestasi wakil walikota dengan kekuatan satu suara.
Kemana satu suara itu akan dilabuhkan? Jika melihat latar belakangnya, Rahman Towulo sebenarnya diusung oleh PKS sebagai pilihan alternatif di luar PAN-PKS. Namun, PAN bersikukuh, sebab masa pemilik lima kursi dalam koalisi, tidak dapat apa-apa? Akhirnya mereka mengajukan SKI.
Jika melihat ini, sebagai politik balas budi, Rahman akan mendukung AJP yang diback up PKS. Namun, jika menarik jauh ke belakang, PKB sebenarnya lebih dekat ke PAN ketimbang PKS. PKB termasuk partai yang dengan segera bergabung dalam koalisi PAN ketika ADP maju sebagai kandidat walikota.
PKB juga ibarat suara mengambang yang sulit ditebak. Tapi lagi-lagi jika hendak subyektif dengan berdasar pada perasaan PKB akan mengarahkan dukungan ke SKI.
So, jika menggunakan feeling saya –yang kadar kelirunya tinggi– maka komposisi suara dukungan akan seperti ini.
Simulasi pertama. PAN, Gerindra, Nasdem, PDIP, PKB akan bergabung mendukung SKI dengan total 19 suara. Sedangkan PKS, Golkar, Demokrat akan berkoalisi dengan 14 suara. Sisa dua suara dari Perindo, menjadi tidak berarti lagi.
Simulasi kedua, PAN, Gerindra, Nasdem, PKB mendukung SKI dengan 14 suara mendukung SKI. Sedangkan PKS, Golkar, Demokrat, PDIP mendukung AJP dengan total 19 suara. Dua suara Perindo juga tidak berarti lagi.
Jika menggunakan feeling, yang terjadi kemungkinan adalah simulasi pertama. Tapi siapa yang bisa menebak dengan kepastian yang utuh? Tidak ada. Kita menunggu saja.***