Analisis Polugri Konflik Perairan Natuna

OPINI Analisis Polugri Konflik Perairan Natuna
Muhammad Akbar Ali

Kawasan teritorial Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEE) di perairan Natuna kembali dalam bayang-bayang ancaman negeri cina. Tanggal 19 Desember kapal Ilegal pencari ikan asal Cina berlabuh dikawasan terlarang Natuna. Fenomena ini bukan pertama kalinya terjadi, tahun 2016 kapal Ilegal nelayan Cina juga pernah melakukan hal yang sama. Klaim mereka merujuk pada regulasi nine land line yang lahir dari regulasi sepihak dan tak berdasar. Padahal secara historis berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982, wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah perairan Indonesia. Namun kebijakan tersebut tak berlaku dimata negeri tirai bambu itu, dan mereka dengan gagah berani memasuki perairan natuna dan melakukan praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Perihal ini sangat merugikan Indonesia, bukan hanya mengancam kedaulatan NKRI dengan sumber daya alamnya, namun wibawa bangsa ini sesungguhnya sedang dipertaruhkan. Pepatah tua mengatakan bahwa, ketika suatu bangsa kehilangan wibawa maka hilanglah segala-galanya. Maka pemerintah dan stakeholdernya jangan pernah menganggap remeh polemik ini.

Rakyat membutuhkan sikap ketegasan yang lantang ketika ada yang mengancam kedalautan NKRI. Bukan pernyataan yang memberi kesan bahwa negeri ini lemah dan tak berdaya. Tidak ada kata persahabatan ketika harga diri bangsa di injak-injak. Gelagat Cina sesungguhnya adalah bentuk menganggap remeh Indonesia. Hal ini berangkat dari kejadian tahun 2016, saat kapal Coast Guard China yang sengaja menabrak KM Kway Fey 10078, yang hendak menangkap kapal ilegal yang sedang mencuri ikan diperairan Natuna. Setelah kegentingan tersebut, berbagai protes dilayangkan Menteri luar negeri Indonesia kepada otoritas Cina. Namun tidak ditanggapi dengan serius dan berakhir begitu saja tanpa ada pernyataan atau surat permintaan maaf dari pemerintah Cina. Seharunya hal tersebut tidak dibiarkan begitu saja. Idealnya, otoritas Cina melalui Menteri Luar Negerinya wajib meminta maaf dan berjanji tidak akan berulah kembali. Selanjutnya meminta pertanggungjawaban atas kerugian ketika insiden terjadi. Namun perihal tersebut tidak ada dalam nalar pemerintah. Maka jangan heran, saat ini kapal nelayan Cina dengan sewenang-wenang kembali berulah di perairan Natuna.

Jika dikaji secara mendalam dan menyeluruh terkait ambisi klaim negeri cina atas perairan Natuna maka akan bertitik pada sumber daya yang mengendap di perairan tersebut. Pada ruang inilah yang merupakan intisari niat mereka ingin mengsabotase wilayah yang merupakan serpihan dari Pulou Kalimantan itu. Natuna menyimpan sumber daya alam yang sangat besar, terutama pada sektor energi. Akumulasi produksi minyak dari blok-blok yang berada di Natuna mencapai 25.447 barel per harinya. Disusul produksi gas bumi tercatat sebesar 489,21 MMSCFD. Kawasan Natuna diprediksi akan menjadi lokasi blok gas raksasa terbesar di Indonesia bahkan deretan dunia dengan terdapatnya blok East Natuna yang sudah ditemukan sejak tahun 1973. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), volume gas di blok East Natuna bisa mencapai 222 TCF (triliun kaki kubik). Dan cadangan terbuktinya untuk saat ini masih berkisar 46 TCF , jauh lebih besar dibanding cadangan blok Masela yang hanya mencapai 10,7 TCF. Di ikuti dengan kandungan karbondioksida di blok tersebut sangat tinggi, ditaksir bisa mencapai 72%. Sementara, untuk cadangan minyak diperkirakan mencapai 36 juta barel. Tidak berhenti disitu, kawasan Laut Natuna juga menyimpan kekayaan perikanan yang berlimpah ruah yaitu ikan pelagis kecil (621,5 ribu ton/tahun), demersal (334,8 ribu ton/tahun), pelagis besar (66,1 ribu ton/tahun), ikan karang (21,7 ribu ton/tahun), udang (11,9 ribu ton/tahun), cumi-cumi (2,7 ribu ton/tahun), hingga lobster (500 ton/tahun). Kelebihan lainya, Natuna adalah kawasan strategis karena berada pada jalur pelayaran Internasional. Dan diperindah dengan posisinya sebagai pintu gerbang bagi negara-negara tetangga.

Dengan jumlah kekayaan alam yang sangat besar, tentu akan menggiurkan siapapun termasuk negeri tembok besar. Disatu sisi Indonesia merupakan negeri ekuator dengan sumber daya energi yang besar tak bertepi. Sehingga tidak mengherankan sejak zaman dahulu dan akan terus berlangsung, Indonesia akan menjadi sasaran empuk imperialisme asing untuk mengeksploitasi sumber dayanya, baik melalui jalan investasi, maupun dengan cara paksa. Perang pada abad ini adalah perang energi, dimana negara-negara kuat berburu sumber daya energi pada negeri dunia ketiga (proxi war). Indonesia harus kuat dan tegas dalam menghadapi konstelasi tersebut. Jika tidak, maka kekayaan negeri ini hanya akan menyisakan nama.

 


Oleh : Muhammad Akbar Ali
Penulis adalah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Halu Oleo Periode 2015-2017

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini