BPJS ,”Memalak” Rakyat Atas Nama Jaminan Kesehatan

Mikbariah
Mikbariah

Meski di awal menuai pro kontra bahkan MUI mengeluarkan fatwa ke haraman BPJS namun jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memiliki kartu BPJS  cukup besar, Berdasarkan data yang  masuk warga negara yang  sudah tercatat mengikuti program itu  sebanyak 170 juta atau sekitar 65 persen. Dan Ditargetkan, pada awal 2019 nanti, seluruh warga negara sudah memiliki kartu BPJS Kesehatan.

Mikbariah
Mikbariah

Untuk  itu maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus berupaya supaya seluruh warga ikut dalam program BPJS Kesehatan. Bahkan, pihak BPJS Kesehatan akan menerapkan sanksi administratif terhadap warga yang tidak ikut BPJS.Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan, sanksi administrasi itu berupa tidak akan terpenuhinya sejumlah pelayanan publik  bagi warga yang tidak ikut kepersertaan BPJS. Seperti pembuatan eKTP, pembuatan SIM atau pelayanan publik lainnya., sesuai dengan undang-undang yang berlaku, setiap warga negara wajib ikut program BPJS Kesehatan. Oleh karenanya, akan ada sanksi administratif jika tidak ikut program tersebut.”Karena undang-undangnya bersifat wajib. Seluruh warga negara ikut program ini. Yang miskin tidak mampu dibayar oleh negara,(KOMPAS.com, 20/10/2016).

Bukan gratis ,tapi wajib bayar.

Dalam system JKN ini tidak gratis,justru seluruh rakyat wajib  membayar dahulu ,setiap bulan bahkan Mulai tanggal 1 April 2016, iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengalami perubahan tarif iuran,untuk peserta kelas 1 yang sebelumnya membayar premi 59.500/bulan mengalami peningkatan  20.000 menjadi 80.000/bulan,untuk kelas 2 sebelumnya 42.500 menjadi 51.000 adapun kelas 3 tidak mengalami perubahan yakni tetap 25.500/bulan/orang. Hanya peserta yang membayar premi yang akan mendapat layanan kesehatan JKN .adapun untuk iuran orang miskin dibayar oleh pemerintah dan mereka disebut penerima bantuan iuran (PBI) atas nama hak social rakyat.namun hak ini tidak secara langsung diberikan kepada rakyat,tetapi dibayarkan kepada pihak ke tiga(BPJS) dari uang rakyat yang dibayar melalui pajak.jadi sesungguhnya rakyat tidak ada yang gratis untuk rakyat, tetapi rakyat di wajibkan membiayai layanan kesehatan mereka dan sesama rakyat lainnya.,baik layanan tersebut dipakai atau tidak.

 “memalak” rakyat atas nama jaminan kesehatan

JKN merupakan cara lain memungut dana wajib-“ memalak”- seluruh rakyat  Peserta wajib membayar iuran jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan , Keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan lebih dari satu bulan sejak tanggal 10, maka penjaminan peserta diberhentikan sementara. Artinya, masa aktif kartu asuransi JKN Anda diberhentikan secara otomatis untuk sementara waktu. Peserta tidak dapat menggunakan kartu JKN untuk berobat gratis. Jika terjadi keterlambatan pembayaran, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan agar status kartu JKN aktif dan bisa digunakan lagi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan hingga layanan rawat inap. Denda keterlambatan sebelumnya adalah 2%, tetapi per 1 April 2016 berlaku aturan baru yakni 2,5%. Batas pembayaran iuran BPJS Kesehatan tiap tanggal 10, Jika anda terlambat membayar pada bulan itu dendanya 2,5% x jumlah iuran. Jumlah tertunggak maksimum 12 bulan dan denda paling tinggi sebesar Rp30.000.000 (tiga puluh juta Rupiah).(www.cermati.com)

Selain itu  nantinya sesuai dengan target 2019 jika tidak menjadi peserta JKN maka pelayanan administrasi publik tidak akan dilayani,seperti mengurus KTP,Akte kelahirah,sertifikat,IMB dll .inilah “pemalakan”rakyat dalam rangka mengumpulkan dana besar  Sistem JKN oleh BPJS saat ini mengalihkan tanggung jawab berupa penjaminan kesehatan dari pundak negara ke pundak seluruh rakyat yang memang telah diwajibkan menjadi peserta JKN.Dengan demikian negara lepas tangan. Pasalnya, jaminan kesehatan yang merupakan hak rakyat dan seharusnya menjadi tanggung jawab negara akhirnya berubah menjadi kewajiban rakyat. Rakyat dipaksa saling membiayai pelayanan kesehatan di antara mereka melalui sistem JKN dengan prinsip asuransi sosial. Saling menanggung itulah yang dimaksudkan dengan prinsip kegotongroyongan.

Jaminan Kesehatan dalam Islam

Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat. Semua itu merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq), yang wajib dipenuhi negara, sebab termasuk apa yang diwajibkan oleh ri’ayah negara sesuai dengan sabda Rasul saw: Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)

Secara praktis, penyediaan layanan kesehatan gratis telah dipraktekkan dan dicontohkan oleh Nabi saw sebagai kepala negara, dan para Khulafa’ur Rasyidin. Hal itu menjadi sunnah Nabi saw dan ijmak sahabat bahwa negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat. Itu menjadi hak setiap individu rakyat sesuai kebutuhan layanan kesehatan yang diperlukan tanpa memandang tingkat ekonominya. . Mereka yang masuk kategori fakir maupun yang kaya tetap berhak mendapat layanan kesehatan secara sama, sesuai dengan kebutuhan medisnya. Sebabnya, layanan kesehatan tersebut telah dipandang oleh Islam sebagai kebutuhan dasar (primer) bagi seluruh rakyatnya.

Oleh karena itu maka negara wajib senantiasa mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Negara tidak boleh melalaikan kewajibannya tersebut. Negara tidak boleh mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada pihak lain, baik kepada pihak swasta, maupun kepada rakyatnya sendiri. Jika hal itu terjadi, maka pemerintahnya akan berdosa, sebab tanggung jawab pemimpin negara untuk memberi layanan pada rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban secara langsung oleh Allah SWT

Dana untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditetapkan syariah. Bisa dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, seperti hutan, bermacam tambang, migas, panas bumi, hasil laut dan kekayaan alam lainnya. Juga dari kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.

Namun semua itu hanya bisa terwujud, jika Syariah Islam diterapkan secara total dalam sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Untuk itu, kewajiban kita semua, umat Islam, untuk sesegera mungkin mewujudkannya. Lebih dari itu, mewujudkannya adalah kewajiban syar’i dan konsekuensi dari akidah Islam yang kita yakini. Wallâh a’lam bi ash-shawâb
Oleh : Mikbariah
Penulis Merupakan Aktivis MHTI SULTRA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini