Fenomena Relawan Politik

Fenomena Relawan Politik
Rekha Adji Pratama

Relawan menjadi hal yang sangat menarik dan memiliki cerita tersendiri ketika kita mengingat kembali dinamika politik pada Pilpres 2014. keberhasilan Jokowi-Jk dalam memenangkan Pilpres lalu, tidak terlepas dari para relawan yang senantiasa secara bersama melakukan berbagai aktivitas politiknya untuk mensukseskan Jokowi dan Jk dalam merebut kursi Presiden serta Wakil Presiden.

Fenomena Relawan Politik
Rekha Adji Pratama

Bentuk Relawan Jokowi yang tidak terpusat, melainkan terdiri dari berbagai macam bentuk wadah relawan dengan adanya perbedaan dalam platform gerakan, menghadirkan beberapa pertanyaan di dalam masyarakat mengenai aktivitas relawan Jokowi dalam Pilpres 2014.

Menurut Hilmar Farid, Fenomena Relawan bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. kemunculan awal relawan merupakan bentuk dari gerakan kemanusiaan yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat untuk merespon berbagai macam kejadian dan permasalahan kemanusiaan, seperti konflik ras, suku serta agama yang terjadi pada tahun 1997-1998 di Indonesia.

Kemunculan konsep relawan dalam dinamika politik pun terbentuk akibat adanya kejenuhan terhadap sistem politik saat itu. Selain itu, pemerintah dianggap kurang memperhatikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di akar rumput.

Hal ini yang membuat aktivitas kerelawanan semakin meluas diberbagai kalangan untuk memperbaiki kondisi yang ada.Pasca reformasi aktivitas relawan semakin mengakar di masyarakat,  beberapa kejadian bencana alam yang terjadi di Indonesia seperti Tsunami di Aceh dan gempa di Jogja, mendapat respon yang baik dan cepat dari para relawan.

Hal tersebutlah yang membuat semakin mempesonanya konsep relawan di masyarakat.Seperti yang dikatakan Hilmar Farid, pesona relawan yang sangat besar, mendapatkan perhatian publik, sehingga kami mencoba mengkooptasi konsep relawan untuk dijadikan sarana untuk melakukan mobilisasi massa dalam rangka mengalang kekuatan poltik alternatif. Hilmar Farid juga mengakui bahwa di dalam politik, konsep relawan dianggap dapat membantu memobilisasi massa yang tidak terjangkau oleh partai politik, walaupun beberapa relawan politik menolak anggapan bahwa kegiatan mereka merupakan bagian dari agenda partai politik tertentu.

Hilangnya Kepercayaan Kepada Partai Politik

Dalam berdemokrasi, partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider, “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis.

Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties”. Namun demikian, banyak juga pandangan kritis dan bahkan skeptis terhadap partai politik. Pada saat ini banyak kalangan yang menyatakan bahwa partai politik itu sebenarnya tidak lebih daripada kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau berniat memuaskan ‘nafsu birahi’ kekuasaannya sendiri.

Partai politik hanya lah berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung yang berhasil memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui, untuk memaksakan berlakunya kebijakan-kebijakan publik tertentu. Adalah hal yang wajar memandang partai politik secara skeptis melihat fakta yang terjadi di Indonesia, partai politik tidak semuanya mampu menjadi pilar demokrasi.

Banyak kader dari partai politik yang memanfaatkan posisi atau jabatannya untuk menguntungkan diri sendiri ataupun partai politiknya. Hampir seluruh partai partai politik di Indonesia berkontribusi terhadap praktik korupsi.

Peran Relawan Politik dalam Konstelasi Politik

Peran relawan politik dalam konstelasi politik Indonesia seolah telah menjadi pilar utama pelembagaan demokrasi. Dengan cara masing-masing, para relawan politik tidak jarang bergerak tanpa koordinasi dan terstruktur, tetapi dapat bergerak sendiri untuk mendukung calon presiden pilihannya.

Tanpa disadari relawan politik, telah mampu membangun pelembagaan budaya partisipatif. Relawan politik dalam konteks dinamika politik Indonesia dapat dikategorikan sebagai new social movement yang dihuni oleh kelas menengah.

Kehadiran new socialmovement, yang bersamaan dengan kehadiran politik media sosial dapat dilihat sebagai bagian popular culture yang menitikberatkan pada penokohan. Heryanto (2012), menilai jika budaya populer dalam lanskap sosial politik Indonesia merupakan arena pertentangan representasi dan rekognisi terhadap satu tokoh tertentu. Peran, figur dapat menjadi sebuah biopolitic publik berwatak konfl iktual sekaligus menjadi afi liasitas publik. Jika mengacu pada tulisan Lane (2008) dan Aspinal (2013 a, b) fenomena ini menunjukkan tengah terjadi peningkatan partisipasi gerakan sosial, meskipun pada realitasnya masih terbatas dan terfragmentasi.

Relawan Politik dan Proses Pelembagaan Demokrasi

Pada titik inilah relawan politik telahdapat melakukan pelembagaan demokrasi karena adanya pertemuan kelas menengah perkotaan dan dunia maya yang merupakan pertanda penting tengah terjadi politisasi ruang-publik. Fenomena tersebut agaknya berpotensi membentuk arus balik kedua bersifat antagonistik terhadap struktur hegemonik politik mainstream berbasis oligarki dan patronase.

Dalam kencenderungan itu, kita sedang menyaksikan proses politik demokrasi baru bukan kearah konsensus dan kompromi elite, tetapi arah disensus dan antagonisme. Setelah sekian lama ditelikung oleh konturdan logika liberal guna memenangkan nalarpolitik konsensus konservatif.
Sejatinya, inilahtahap awal bagi politik demokratisasi yang sedang bergeser, yakni pembentukan saluran partisipatoris baru yang diharapkan menjadi aspek penting yang akan menjadi suplemen demokrasi.

Ilustrasi
Ilustrasi

Hal ini akan mengkonfirmasi bahwa relawan politik terlahir dari kejenuhan, atas mengguritanya praktik-praktik klientelistik (jasa yang dipertukarkan) atau yang dikenal patronase. Defisit demokrasi kerap membuat rakyat kerap diperdaya oleh kepentingan para oligarkis. Namun dengan kehadiran relawan politik telah membuktikan jika kedaulatanrakyat tidak bisa dibeli oleh politik uang(money politic).

Bahkan, relawan politik sebagai saluran partisipatoris baru ini telah mampu menghambat peredaran politik uang. Apalagi, selama ini banyak penilaian bahwa suara pemilih khususnya kelas miskin dapat digadaikan dengan imbalan uang, sembako ataupun material lainnya (Choi, 2009; Hidayat, 2009; Taylor, 1996) yang mana pola-pola relasi seperti ini sangat kuat berakar di dalam identitas lokal Indonesia.

Inilah kenyataan dinamika politik Indonesia, sebuah demokrasi, yang telah gagal melenyapkan kesenjangan sosial yang relasinya ditandai oleh kegiatan rent-seeking dan berpotensi menimbulkan kekerasan. Gerry Van Klinken menyebut hal ini sebagai gejala demokrasi patronase (Klinken, 2014 : 225).

Dimana gerakan demokratisasi yang berlangsung selama ini lebih dicurahkan pada upaya menghadirkan lembaga demokrasi,baik pada ranah negara maupun rakyatbukan berupaya meningkatkan kapasitas lembaga demokrasi dan membangun perilaku demokrasi di kalangan para penyelenggara negara, politisi, serta masyarakat sipil sebagai modal sosial cenderung terabaikan. Fenomena relawan politik telah menjadi penanda kelahiran berbagai aktor demokrasi yang mampu meruntuhkan model politik Indonesia yang berbasis patronase.

Hal ini mengkonfi rmasi hasil temuan dari penelitian lanjutanyang digelar oleh Power, Welfareand Democracy (PWD) Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol Universitas Gadjah Mada. Dalam penelitian ini dikenal beberapa indikator pelembagaan demokrasi. Pertama,menguatnya institusi masyarakat sipil dan melemahnya institusi tata pemerintahan demokratis terhadap praktek tigabelas (13) jenis institusi demokrasi. Kedua, menguatnyapolitik berbasis individual sebagai aktordemokrasi.

Dari temuan ini ada kecenderunganbahwa politik saat ini berbasis pada individualatau fi gure-based politics. Ketiga, adanya relasiantara aktor dan institusi demokrasi. Hasilsurvei PWD ini menunjukkan bahwa paraaktor utama, baik aktor dominan maupunaktor alternatif cenderung mempromosikan demokrasi daripada menyalahgunakannya. Keempat, keinginan publik untuk terwujudnya negara kesejahteraan (welfare state) yang mampu mengurusi pelayanan dasar warganegara.

Fenomena Relawan politik di Kendari

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Kendari Serentak pada 2017, masing-masing calon kepala daerah memiliki cara tersendiri untuk bisa mengumpulkan dukungan. Fenomena gerakan relawan pun sudah terdengar akrab di telinga masyarakat Kota Kendari.Ada sahabat Sudarmanto, sahabat muda ADP yang merangkul kalangan muda di Kota Kendari dan yang paling menyita perhatian masyarakat Kendari adalah dengan munculnya puluhan nama-nama relawan calon walikota kendari abdul rasak yang salah satu nama relawannya bernama IKRAR (ikatan relawan abdul rasak) dan GEMPAR (Gerakan muda pendukung abdul rasak).

Munculnya gerakan relawan politik dalam beberapa terakhir ini memang berhasil mencuri perhatian publik. Maraknya gerakan relawan politik akhir-akhir ini juga setidaknya semakin menandakan akan meningkatnya partisipasi politik masyarakat Kota Kendari.

Pada saat ini relawan menjadi faktor penting bagaimana melihat kontestasi politik yang bergerak berdasarkan people power yang melihat sosok baru sebagai pemimpin yang dianggap layak. Hal ini juga tak lepas dari kekurangan dari banyak partai politik yang tidak mampu menelurkan kader sebagai calon kepala daerah.

Banyak yang beranggapan fenomena relawan mencoba upaya deparpolisasi, tapi saya beranggapan relawan merupakan kekuatan rakyat yang harus berkembang secara terus menerus menjadi partner yang baik bagi pemerintah, bekerja sama bersama parpol untuk mencari sosok terbaik dan memenangkannya, bukan untuk diadu dengan parpol.

Upaya deparpolisasi yang didengungkan hanyalah ketakutan parpol untuk menerima kenyataan adanya kekuatan baru yang menyainginya. Relawan harus bergerak terus, tidak hanya di arena pemilu, namun harus menjadi organisasi yang terstruktur untuk berkontribusi mengawal jalannya pemerintahan serta berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara dari semua aspek kehidupan untuk mewujudkan cita-cita Negara Indonesia yang belum terwujud. karena dengan kekuatan rakyat sudah terbukti nyata menjadi salah satu momok bagi para penjahat di negeri tercinta ini.

Dibalik itu semangat relawan haruslah diapresiasi sebagai kemajuan masyarakat berpartisipasi aktif dalam menyikapi keadaan politik di Kota Kendari, dengan harapan semakin meningkatnya partisipasi politik masyarakat akan berdampak pada baiknya kinerja pemerintahan, sehingga dapat menjalankan pemerintahan sesuai dengan agenda-agenda rakyat.

 

Oleh Rekha Adji Pratama,
Penulis Merupakan Peneliti Departemen Politik & Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini