Rumpun Perempuan Sultra: Lembaga Layanan Keadilan Belum Optimal

304
Rumpun Perempuan Sultra: Lembaga Layanan Keadilan Belum Optimal
DISKUSI MOU - Direktur Rumpun Perempuan Sultra (RPS) Husnawati saat menyampaikan konsep rancangan MOU dengan stakeholder untuk memberikan penanganan akses keadilan lembaga layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan kepada lembaga seperti Lembaga Badan Hukum (LBH), Alpen, Solidaritas Perempuan Kendari, KPI, Yayasan Lambu Ina di Kopitiam Singapore, Rabu (16/8/2017). (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

Rumpun Perempuan Sultra: Lembaga Layanan Keadilan Belum Optimal DISKUSI MOU – Direktur Rumpun Perempuan Sultra (RPS) Husnawati saat menyampaikan konsep rancangan MOU dengan stakeholder untuk memberikan penanganan akses keadilan lembaga layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan kepada lembaga seperti Lembaga Badan Hukum (LBH), Alpen, Solidaritas Perempuan Kendari, KPI, Yayasan Lambu Ina di Kopitiam Singapore, Rabu (16/8/2017). (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)

 

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Rumpun Perempuan menilai, lembaga pelayanan keadilan di seluruh daerah yang ada di Sulawesi Tenggara Sultra belum optimal dalam memberikan penanganan akses keadilan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan secara optimal.

Direktur Rumpun Perempuan Sultra (RPS) Husnawati mengatakan, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan di di daerah ini adalah akibat dari kurangnya komitmen pemerintah untuk mengimplementasikan aturan-aturan yang sudah ada.

Menurutnya, keterlibatan lembaga pendamping bahkan lembaga negara yang menyediakan layanan akses perempuan atas keadilan dalam penanganan kasus masih sangat kurang.

“Padahal koordinasi dan komunikasi merupakan hal yang paling krusial,” jelas Husna di Kendari, Rabu (16/8/2017).

Dia menilai, untuk memaksimalkan peranan setiap lembaga layanan itu diperlukan koordinasi khususnya dengan pemerintah daerah Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, Polda, serta Kanwil Hukum dan Ham, yang memiliki peran penting untuk memberikan keadilan terhadap perempuan korban kekerasan.

“Tetapi pada dasarnya, ini suda ada dalam peraturan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah bahkan Mahkamah Agung terkait dengan pelayanan tersebut,” kata Husna.

Untuk memaksimlakan hal itu, pihaknya bakal membuat nota kesepahaman dengan para pihak sebagai acuan aparat penegak hukum dalam memberikana layanan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.

Kata dia, nota kesepahaman itu bertujuanu untuk mengaktifkan dan memberdayakan lembaga layanan untuk melayani, menangani, dan melindungi perempuan korban kekerasan dalam segala hal.

Dia menilai, nota kesepahaman itu mengarahkanan kerjasama para pihak agar perempuan dan anak korban kekerasan dapat dengan mudah, gratis, dan adil mengakses lembaga-lembaga layanan hukum.

Dan yang terpenting adalah perspektif aparat penegak hukum untuk lebih sensitif melihat korban, memiliki pengetahuan, dan keterampilan didalam memberikan pelayanan atau pendampingan terhadap korban.

“MoU ini tidak hanya sekadar kerjasama, tetapi bagaimana kerjasama ini dapat diimplementasikan minimal masing-masing lembaga layanan bisa membuat SOP tentang tata cara memberikan layanan. Untuk menjadi acuan mekanisme kerja dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan,” tambahnya.

Husna menargetkan, MoU itu sudah bisa ditandatangani oleh semua stakeholders paling lambat Oktober 2017 nanti. Untuk selanjutnya, melakukan konsultasi, komunikasi, dan koordinasi kepada aparat penegak hukum yang masuk dalam tataran target itu.

“Selain itu, kita punya jaringan nasional dengan Komnas Perempuan yang merupakan organisasi yang fokus pada anti kekesaran terhadap perempuan. Itulah kemudian fungsi kita untuk selanjutnya melakukan koordinasi dan konsultasi baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah,” tandasnya. (B)

 

Reporter : Sitti Nurmalasari
Editor: Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini