Tanah Muna, Antara Pesawat atau Jagung

Andi Syahrir
Andi Syahrir
Bandara Sugi Manuru
Bandara Sugi Manuru yang berada di wilayah Kecamatan Kusambi, Muna Barat. (Foto:www.gloopic.net)

 

Sebentar lagi sebagian penduduk yang bermukim di Pulau Muna tak akan lagi merasakan ayunan gelombang di perairan Cempedak ketika bepergian ke Kota Kendari. Tiga pemerintah kabupaten (Muna, Muna barat, Buton Tengah) yang secara administratif terletak di Pulau Muna sepakat bekerjasama untuk mengoperasikan kembali Bandara Sugi Manuru yang berada di wilayah Kecamatan Kusambi, Muna Barat.

Ada dua maskapai yang akan masuk , yakni Lion Air sebanyak empat hari (kali) penerbangan dalam sepekan dan Garuda Indonesia dua kali dalam sepekan. Rutenya, Kendari dan Makassar (harap dikoreksi jika salah).

Dalam kerjasama itu, Garuda mensyaratkan adanya subsidi dari pemerintah daerah sebagai kompensasi jika “kursi banyak yang kosong”. Lion Air lebih “berani” dengan tak mempersyaratkan subsidi serupa.

Kendati demikian, mengutip zonasultra.id, Kamis (17/11/12016), Pemda Muna Barat menyiapkan “dana jaga-jaga” sekitar Rp 500-600 juta per tahun untuk subsidi bagi maskapai Lion Air jika sekiranya operator penerbangan tersebut berubah pikiran. Belum ada data tentang berapa subsidi untuk Garuda.

Pun belum ada informasi resmi apakah Kabupaten Muna dan Buton Tengah juga turut serta “urunan” dana subsidi sesuai dengan porsi kabupaten masing-masing dalam memanfaatkan jasa penerbangan itu. Yang pasti, Kabupaten Muna berkomitmen akan memperbaiki jalan menuju bandara yang kini rusak parah.

Gagasan kerjasama tiga pemerintah kabupaten ini perlu diapresiasi karena sebuah terobosan. Jika dulu Pemda Muna single fighter mendanai subsidi, setidaknya Pemda Muna Barat saat ini tidak lagi sendirian dalam kerjasama itu. Pembiayaannya menjadi lebih ringan karena ada tiga “dompet”. Kendatipun belum jelas apakah Pemda Muna dan Buton Tengah berkewajiban menyiapkan dana subsidi (beritanya kurang lengkap sih…hehehehe).

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Tapi mari kita membedahnya lebih dalam. Untuk siapa jasa penerbangan itu? Untuk masyarakat. Masyarakat yang mana? Semua lapisan? Belum tentu. Tergantung harga tiketnya, kan? hehehehe

Ingat, Bandara Sugi Manuru sebelumnya pernah dibuka untuk penerbangan komersial namun dihentikan karena animo masyarakat rendah yang menyebabkan Pemerintah Kabupaten Muna tak kuat menanggung subsidi. Itu tiga tahun lalu. Ketika Muna Barat dan Buton Tengah belum lahir.

Dengan tiga perangkat pemerintahan, diasumsikan bahwa mobilitas pejabat dan unsur birokrat di bawahnya meningkat tiga kali lipat. Demikian pula pergerakan masyarakat  akan menjadi lebih dinamis. Inilah yang menjelaskan mengapa Lion Air memilih tidak perlu ada subsidi. Mereka melihat pasar yang lumayan.

Lain halnya dengan Garuda yang pangsa pasarnya adalah kelompok masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang lebih kuat. Layanan maskapai ini tidak sekadar menawarkan kecepatan, tapi juga kenyamanan. Tentu saja, Garuda mensyaratkan subsidi karena pertimbangan konfigurasi sosial ekonomi penduduk di Pulau Muna.

Kerjasama subsidi untuk jenis penerbangan kelas “bisnis” merupakan kebijakan yang membebani. Boleh dikatakan bahwa pemerintah daerah sedang “mentraktir tiket penerbangan orang-orang kaya yang sedang tidak ingin bepergian”. Uang hangus. Ini satu sudut pandang.

***        ***        ***

Sudut pandang berikutnya adalah subsidi jasa penerbangan merupakan belanja publik yang konsumtif. Untuk kasus subsidi Garuda di Bandara Sugi Manuru, derajatnya lebih rendah ketimbang belanja konsumtif lainnya seperti gaji pegawai, pengadaan alat tulis, dan lain sebagainya.

Kenapa? Karena yang ditawarkan bukan lagi kebutuhan dasar. Pemerintah sedang mensubsidi kebutuhan sekunder –barangkali malah tersier– di saat masih banyak kebutuhan primer yang butuh pendanaan.

Di sisi lain, paradigma pembangunan adalah belanja publik yang harus digeser ke lebih pada belanja-belanja produktif. Ini yang akan kita bahas dalam kaitannya dengan potensi yang dimiliki daratan Pulau Muna. Kabupaten Muna, Muna Barat, dan (barangkali) Buton Tengah. Jagung.

Jagung dan masyarakat Muna adalah dua entitas yang saling bertaut. Dari aspek ekonomi hingga sosial budaya. Ini kekuatan besar. Mengapa tidak jika kita melakukan terobosan industrialisasi di sektor ini dengan membangun pabrik pakan ternak (unggas) dari jagung. Rasanya setelah sekian lama berjibaku di subsistem on farm jagung, kita memerlukan naik kelas ke subsistem hilir.

Tidak usah menunggu investor masuk ke Pulau Muna. Pemerintah daerah bisa melakukannya sendiri. Membiayainya sendiri. Mengalihkan subsidi penerbangan itu –dan belanja-belanja konsumtif lainnya– untuk membangun sebuah badan usaha berupa pabrik pembuatan pakan ternak dengan bahan baku utama jagung. Sebaiknya menjadi perusahaan join tiga daerah (Muna, Muna barat, Buton Tengah).

Serahkan pengelolaannya ke orang-orang profesional. Sewa manajer-manajer profesional yang bertebaran di negeri ini. Panggil putra-putra daerah Muna yang hebat-hebat. Bahkan mereka yang ada di luar negeri sekalipun. Gaji mereka tinggi-tinggi sesuai kemampuan profesionalnya.

Jauhkan dari budaya tata kelola BUMN di masa lalu. Jangan diintervensi oleh kepentingan-kepentingan pejabat, politisi, dan kroninya. Biarkan mereka berkreasi dengan timbangan-timbangan bisnis.

Kenapa harus pakan ternak unggas? Wilayah Sulawesi Tenggara merupakan pasar empuk untuk sektor unggas dan produk unggas (telur), termasuk produk pakannya. Kebanyakan dipasok dari daerah lain, seperti Sulawesi Selatan. Peternakan unggas tidak dapat berkembang baik karena mahalnya biaya pakan.

Jika Sulawesi Tenggara memiliki pabrik pakan, akan terwujud multiplier effect yang sesungguhnya. Petani jagung akan mendapat kepastian harga dan pasar yang bakal menjamin kontinuitas produksi. Peternakan unggas akan tumbuh pesat. Perkembangan peternakan ruminansia juga bakal terkerek positif.

Selain keperluan sendiri, pakan yang diproduksi bisa dilempar ke pasar yang lebih luas. Surplus produksi jagung juga demikian. Di ujungnya, ada serapan tenaga kerja.  Dan ada “bonus” pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pengaruh pertumbuhan simpul-simpul ekonomi yang distimulan oleh pabrik pakan, maupun dari kegiatan bisnis pabrik itu sendiri.

Tentu saja, kerja ini tidak semudah menuliskannya yang hanya memerlukan waktu beberapa puluh menit. Butuh tekad dan terutama niat baik untuk mewujudkannya. Ini momentum meletakkan batu besar pijakan untuk melompat. Mumpung Bupati Muna baru saja terpilih. Bupati Muna Barat dan Buton Tengah akan terpilih tak lama lagi. Lagi segar-segarnya. Sedang semangat-semangatnya. Mari berevolusi. Ayo berproduksi.***

Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alummni UHO & Pemerhati Sosial

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini