ZONASULTRA.ID, KENDARI – Puluhan pegawai Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor RSJ di Kendari, Rabu (12/10/2022).
Demonstrasi yang melibatkan hampir seluruh pegawai tersebut dilatarbelakangi masalah ketidaksetujuan terhadap beberapa kebijakan Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSJ Sultra I Ketut Suartika.
Koordinator aksi La Rote mengatakan, para pegawai menuntut Plt Direktur RSJ Sultra segera mundur dari jabatannya lantaran sejumlah kebijakannya dinilai sudah merugikan para pegawai.
Salah satu kebijakan yang dinilai merugikan para pegawai yakni sikap Plt Direktur RSJ Sultra yang tidak mengurus pembayaran klaim Covid-19 tahun 2021. Anggaran insentif yang diperuntukkan bagi tenaga kesehatan (nakes) itu hingga kini belum kunjung terbayarkan.
“Semua pegawai RSJ terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tenaga honorer belum menerima klaim Covid-19 2021. Total jumlah anggaran insentif nakes sebesar Rp1,1 miliar,” katanya ditemui di lokasi unjuk rasa.
Menurut La Rote, anggaran insentif nakes itu sebenarnya sudah disediakan oleh kementerian terkait melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan dikirimkan ke rekening RSJ Sultra. Namun, Plt direktur justru mengklaim anggaran tersebut sebagai pemasukan pendapatan rumah sakit.
“Ditransfer BPJS ke rekening rumah sakit. Tapi direktur tarik tunai uang itu kemudian dikirim ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Padahal anggaran itu merupakan dana hibah yang diperuntukkan untuk membayar insentif nakes,” ungkapnya.
Kata La Rote, sebelumnya pembayaran klaim Covid-19 untuk nakes ini sudah pernah dikonsultasikan satuan tugas (Satgas) Covid-19 ke Biro Hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya menyatakan anggaran yang tersedia dapat dibagikan kepada seluruh nakes.
Salah satu pegawai RSJ lainnya yang tidak ingin disebutkan identitasnya menyampaikan, anggaran pembayaran jasa Covid-19 untuk tahun 2022 sebenarnya sudah ada. Tetapi direktur RSJ bilang kalau uang itu dapat diambil jika ada keputusan Pemprov Sultra melalui peraturan gubernur (pergub).
Sementara katanya, sepanjang yang dia ketahui, dana pengklaiman jasa Covid-19 diberikan Kementerian Kesehatan dan diperuntukkan bagi para nakes yang bertugas menangani masalah Covid-19. Dia bilang, pembayaran jasa nakes harus melalui mekanisme penganggaran, namun direktur tidak mengusulkan pada pembahasan anggaran yang sudah disepakati belum lama ini.
“Direktur katakan nanti tahun depannya lagi atau 2023. Sementara kami melayani penanganan Covid-19 sejak 2021 tetapi dananya baru masuk 2023. Masa kita harus tunggu lagi uang itu cair 2023,” ucapnya.
Para pegawai juga menyoroti kebijakan Plt Direktur RSJ Sultra mengenai proses pengurusan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). La Rote menyebut pembentukan BLUD tidak seimbang dengan pemberian pelayanan. Sementara katanya, lembaga ini dibentuk dengan tujuan untuk lebih meningkatkan pelayanan.
Misalnya kata La Rote, hanya orang-orang di bidang perencanaan yang dipilih, dan saat ini mereka semuanya berangkat ke luar kota untuk studi banding sehingga tidak ada satupun yang berada di kantor.
“Jadi teman-teman tidak puas dengan keputusan itu dan menyatakan direktur tidak merata serta tidak berpihak pada kesejahteraan para pegawai,” ujarnya.
Tuntutan lain dari para pegawai adalah meminta bendahara rumah sakit agar menanggalkan jabatannya sebab dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Terkadang bendahara menganulir kebijakan pimpinan berhubungan dengan penggunaan anggaran.
Seharusnya para pegawai menerima pembayaran klaim Covid-19 setiap bulannya. Namun selama sepuluh bulan berjalan, jasa Covid-19 baru diterima dua bulan.
Sementara Direktur RSJ Sultra yang dihubungi via telepon seluler dan pesan singkat belum menanggapi permintaan konfirmasi dari zonasultra.id. (B)
Kontributor: Yudin
Editor: Jumriati