ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Pesona wisata bahari Indonesia sudah tidak diragukan lagi memiliki standard kelas dunia. Terlebih untuk pencinta olahraga surfing. Ombak yang berada di Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi peselancar berbagai belahan dunia untuk menungganginya.
Sadar akan potensi itu, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) rencananya pada tahun 2018 akan mengadakan sepuluh kompetisi surfing di sepuluh lokasi yang berada di Indonesia.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Kemenpar Indroyono Soesilo mengatakan, Indonesia memiliki spot-spot surfing terbaik di dunia. Sayang jika tidak dimanfaatkan dengan optimal. Kini di Indonesia sudah ada ribuan orang yang berselancar dan dipekerjakan oleh industri surfing.
Dan ada juga sebagian dari mereka menjadi profesional surfing yang pergi ke berbagai belahan dunia untuk berselancar dan hebatnya lagi mereka menang di berbagai kompetisi surfing yang ada di sana.
“Kami sedang melakukan koordinasi dengan World Surf Leauge (WSL), Regional Manager Asia (WSL), dan Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI) dipimpin Stephen Robinson serta didampingi Tipi Jabrik Sekjen PSOI. Untuk mengadakan 10 kompetisi selancar Tingkat Regional di 10 lokasi yang ada di Indonesia pada tahun 2018,” ujar Indroyono di Jakarta, Senin (7/8).
Lebih lanjut, Indroyono menjelaskan, jika Indonesia saat ini memiliki hampir seribu spot surfing dan memiliki ombak terbaik di belahan bumi. Ribuan international surfer juga penah datang ke Indonesia untuk merasakan kesempurnaan ombak yang ada di berbagai lokasi. Jadi sangat pantas jika Indonesia nantinya bisa menjadi destinasi surfing terbaik yang ada di dunia.
“Sebagai langkah awal pada tanggal 16 Agustus nanti kita adakan lomba selancar internasional, di Pantai Pacitan Jawa Timur. Serta pada 6 Oktober akan ada Focus Group Disscusion untuk mengundang 10 Bupati yang akan menjadi tuan rumah kompetisi regional surfing. Nantinya akan dikoordinatori oleh Ketua Bidang 1 Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari, Mayjen Marinir (Purn) Buyung Lelana. Kesepuluh lokasi itu seperti Kepulauan Mentawai, Pesisir Barat, Nias Selatan, Pacitan, Batu Karas, Canggu-Bali, Keramas-Bali, Maluk, Dompu, dan Rote,” bebernya.
Lantas mengapa alasannya Kemenpar berani berencana mengadakan 10 kompetisi surfing internasional? Bagamana targetnya? Indroyono punya jawabanya, selain memiliki karakteristik ombak terbaik. Para surfer internasional juga salah satu peserta dan penonton paling loyal di dalam bidang olahraga.
(Baca Juga : Perkenalkan Pantai Sorake, Nias Selatan Gelar Surfing Contest)
“Bedasarkan sumber dari Repucom pada tahun 2014. Surfing berada di posisi pertama, lalu balap mobil Nascar, MLB, kompetisi bola basket NBA dan kompetisi football NFL yang memiliki penonton paling loyal. Sehingga bisa dipastikan para surfer mancanegara itu nantinya akan membawa penonton untuk ke Indonesia. Goals-nya, kita berharap Kompetisi Selancar Tingkat Dunia akan berlangsung tahun 2019 di Mentawai-Sumatera Barat”, katanya.
Bukan tanpa alasan Mentawai dipilih untuk dijadikan venue kompetisi selancar tingkat dunia. Berbagai jenis gulungan ombak yang menggairahkan hingga klasifikasi ekstrem bisa ditemukan di sana. Ada dua spot di Mentawai, spot Lances Right dan Macaronies masuk ke dalam 10 spot terbaik dunia.
Kepulauan Mentawai memiliki sebanyak 71 titik lokasi selancar dengan 49 titik yang terkategori eksklusif. Menurut dia, olahraga selancar merupakan pasar unggulan dalam memacu laju kunjungan wisatawan ke Kepulauan Mentawai. Karakter ombak yang bermacam-macam menjadikan daya tarik bagi para peselancar untuk berselancar di kepulauan ini.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, ada tiga hal strategis, dukungan promosi Kemenpar di event ini. Pertama, penggemar surfing ini adalah wisman yang kebanyakan berasal dari Australia. Mereka sudah menjadikan Bali sebagai the second home, karena surfing. Mereka sudah familiar berselancar di ombak Kuta Bali.
“Marketnya sudah jelas, mereka sudah ke Bali. Sekarang tinggal diperkenalkan spot baru itu ke negaranya,” kata Arief Yahya.
Kedua, prinsip dalam sport tourism juga harus dipakai. Di event-nya sendiri, mungkin tidak besar direct impact-nya, tetapi indirect-nya, atau media value-nya pasti jauh lebih tinggi.
“Dari media value itulah opportunity baru terbangun. Kalau wisman sudah jatuh cinta, mereka akan datang lagi bersama keluarga dan rombongannya. Rata-rata sport tourism itu 60% menjadi repeater,” ujar Menpar Arief Yahya. (*)