ZONASULTRA.COM, ANDOOLO – DPRD Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang mempertemukan warga Kecamatan Tinanggea, Konsel, dengan pihak perusahaan PT Ifishdeco untuk yang ketiga kalinya.
Rapat itu membahas tentang masalah tuntutan warga kepada pihak perusahaan tambang nikel itu untuk membayar uang kompensasi atau ganti rugi. Rapat tersebut digelar di ruang rapat gedung DPRD setempat, dipimpin ketua DPRD Konsel Irham Kalenggo dan didampingi beberapa anggota dari beberapa komisi yang ada, Selasa (29/1/2019).
Pada 16 dan 21 Januari 2019 DPRD juga pernah menggelar pertemuan serupa, yang membahas permasalahan ganti rugi kepada warga yang area lahan pertanian dan pemukimanya dilintasi jalan tambang hingga radius 200 meter. RDP Kali ini kembali digelar untuk mengetahui kebijakan yang akan diberikan pihak perusahaan.
Sawal Silondae yang mewakili pihak perusahaan menanggapi tuntutan warga. Dia menjelaskan, bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh kewajiban kepada pemerintah daerah (pemda) selama ini, dan juga beralasan telah melakukan ganti rugi terhadap tanah masyarakat yang dilewati perusahaan.
“Karena itu kami juga akan meminta hak-hak kami, semua bantuan atau apapun yang pernah diberikan kepada masyarakat adalah murni kebijakan perusahaan tanpa adanya aturan yang mengatur terkait masalah ini,” kata Sawal di hadapan puluhan perwakilan warga.
Sawal menyebut, pemberian kompensasi dana ganti rugi kepada masyarakat pernah dilakukan sejak tahun 2011 hingga tahun 2015 berkat kebijakan perusahaan sendiri. Hal inilah yang dituntut oleh warga di tiga desa yang ada di Kecamatan Tinanggea saat ini untuk kembali dilanjutkan. Masing-masing yakni Desa Torokeku, Wadonggo dan Matambawi.
Berhentinya kompensasi tersebut karena adanya pemberhentian secara menyeluruh pengoperasian perusahaan karena terkait terbitnya regulasi baru yakni Undang-Undang (UU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) dan Peraturan Daerah (Perda).
Lanjut dia, pemberian kompensasi dulu, terkait atas tanaman dan tumbuhan serta pemukiman berdasarkan radius 200 meter dari jalan lintas tambang. Hal ini kemudian memunculkan polemik hari ini, sebab warga menganggap bahwa selama ini hanya masyarakat yang masuk dalam radius itu yang menikmati kompensasi.
Terkait tambahan tuntutan warga mengenai debu jalan akibat dari aktivitas tambang PT Ifishdeco saat ini, Syawal mengaku, pihakya telah membuat dua sumur bor yang digunakan menyirami untuk mengatasi masalah itu.
“Mengenai lintasan jalan pada jalan usaha tani Desa Wadonggo, kami tidak bisa melakukan ganti rugi karena ternyata Jalan Usaha Tanu (JUT) tersebut adalah fasilitas umum yang dibiayai oleh pemerintah daerah bukan milik individu,” kata Syawal.
Maneger PT Ifisdeco Rustam Silondae menambahkan bahwa perusahaan siap bertanggung jawab selama teknis pemberian ganti rugi itu diatur dalam regulasi yang dibuat dengan jelas.
“Apabila ada dampak yang disebabkan perusahaan, maka pihak perusahaan wajib membayar ganti rugi. Namun perusahaan tidak akan lagi memberikan kompensasi secara tunai tapi akan memberikan bantuan dalam bentuk berkelompok,” kata Rustam.
Penjelasan demikian, sontak memancing kemarahan warga. Aminuddin selaku perwakilan masyarakat tidak setuju atas usulan yang diberikan perusahaan untuk membuat program secara berkelompok dalam memberikan kompensasi ganti rugi. Ia menganggap hal itu dapat menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.
“Karena jika dibuat proposal berkelompok maka hanya sebagian anggota yang akan menikmatinya atau hanya ketua kelompok saja. Untuk itu kami minta bantuan perorangan secara tunai diberikan,” tegas Aminuddin.
Sementara itu, Ketua DPRD Konsel Irham Kalenggo menjelaskan, mengenai kompensasi tunai tidak ada peraturan yang mengatur karena merupakan kesepakatan saja antara perusahaan dan masyarakat.
“Dalam aturan undang-undang yang wajib dilakukan perusahaan adalah CSR (Corporate Social Responsibility) dan Comdev (community development-Pengembangan Masyarakat),” jelas Irham.
Irham menyarankan kepada masyarakat untuk memberi data riil dari jumlah kepala keluarga di masing-masing desa agar dapat diusulkan kepada perusahaan untuk dibahas kembali.
Dari data yang diberikan oleh perwakikan warga, tercatat jumlah KK Desa Matambawi sebanyak 300 KK, Desa Torokeku 350 KK, dan Desa Wadonggo sebanyak 279 KK.
Hingga RDP selesai digelar, warga dan perusahaan tak kunjung melahirkan kesepakatan. Kesimpulan akhir rapat itu yakni masyarakat dari tiga Desa mengusulkan tentang jumlah kompensasi yang mereka inginkan yakni Rp 500 ribu per bulan untuk setiap KK. Kebijakan kompensasi yang diusulkan itu apabila perusahaan melakukan aktivitas pengiriman ore, namun apabila perusahaan tidak melakukan aktivitas pengiriman maka masyarakat desa tidak menuntut kompensasi tersebut.
“Diharapkan kepada yang mewakili perusahaan agar menyampaikan kepada pimpinan perusahaan untuk kembali bersedia membahas masalah ini untuk diputuskan apakah perusahaan menyetujui atau tidak usulan ini,” tutup Irham. (A)