ZONASULTRA.COM, WANGI-WANGI – Wa Ode Nurhayati (WON) bakal mengajukan uji materil di Mahkamah Agung (MA) menyusul terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana korupsi, bandar narkoba dan kejahatan seksual menjadi calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
“Terkait PKPU, KPU RI penting berhati-hati karena kalo mau uji publik soal terpidana Korupsi, saya satu di antara kasus korupsi yang tidak Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Yang divonis enam tahun tapi tidak dicabut hak politiknya,”kata WON melalui WhatsAppnya, Rabu (4/7/2018).
Mantan anggota DPR RI itu mengungkapkan, divonis enam tahun, tapi bukan mencuri uang rakyat karena jelas tidak ada kerugian negara.
Diakuinya, hukuman enam tahun yang dijalani maksimal tanpa remisi sesuai PP nomor 99.
“Putusan MA menjelaskan banyak argumentasi yang membenarkan saya. Faktanya barang bukti yang disita Rp 10 Miliar diperintahkan dikembalikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), artinya saya memenuhi yang disyaratkan UU, kalo saya daftar dan nyaleg,”ungkapnya.
WON akan kembali maju sebagai calon anggota legislatif, namun hal itu bukan soal syahwat kekuasaan, tetapi jangan ada yang main-main dengan aturan.
“Saya gagal atau tidak nyaleg, bukan yang utama. Tapi mencerdaskan semua pihak adalah kewajiban sebagai sesama bangsa,”tambahnya.
Mengenai hal itu, Andre Darmawan selaku kuasa Hukum WON membenarkan bahwa kliennya WON berencana mengajukan uji materil di mahkamah agung terkait PKPU tersebut.
Dasar keberatan terhadap PKPU itu karena bertentangan dengan UU nomor 7 tentang Pemilihan Umum, UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, UU Hak Asasi Manusia (HAM) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pencabutan hak asasi manusia atau hak politik seseorang hanya dapat dilakukan melalui Undang-Undang atau melalui putusan atau penetapan pengadilan atau putusan hakim. Yang sejalan dengan asas hukum Res Judicata Pro Veritate Habetur. Haruslah dianggap bahwa putusan hakim selalu dianggap benar, dimana putusan tersebut dijatuhkan dengan ikrah demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,”ucapnya. (B)