Toronipa dan Agen Khusus di Belakangnya (1)

Andi Syahrir
Andi Syahrir

Dalam beberapa bulan ke depan, ruas Kendari-Toronipa akan kembali berdenyut. Pembangunan jalan selebar 27 meter dilanjutkan. Sepanjang 11 kilometer lebih. Dimulai dari bibir kawasan wisata Toronipa. Konstruksinya beton. Diproyeksi tahan hingga 100 tahun.

Biayanya Rp 799 miliar lebih. Hasil pinjaman dari BUMN. Namanya PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Bukan sembarang BUMN. Perusahaan itu satu dari delapan “agen khusus” pemerintah di bawah kementerian keuangan. Diberi tugas menjalankan misi khusus. Sebagai Special Mission Vehicle (SMV).

Ada dua tugas utama SMV. Melaksanakan tugas-tugas pembangunan di luar fungsi pengelolaan fiskal utama atau rutin. Kedua, mendukung investasi pemerintah dan penyediaan barang dan sarana publik yang dibutuhkan secara sosial ekonomi, meskipun tidak menguntungkan secara bisnis/komersil.

Delapan agen khusus itu terdiri dari Badan Layanan Umum (BLU), BUMN, dan lembaga khusus di bawah pembinaan dan pengawasan langsung kementerian keuangan.

Kita sebut satu-persatu. PT. Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (PII), PT. Sarana Multigriya Financial (SMF), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), PT. Geo Dipa Energi (GDE), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Sebagai agen khusus, SMI mendapat tiga mandat. Pemberian pinjaman langsung untuk pembiayaan infrastruktur. Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain. Pemberian pinjaman subordinasi yang berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur. Kepentingan Sultra ketemu pada mandat pertama.

PT SMI bersama dengan empat agen khusus lainnya (PT PII, PT SMF, PT GDE, dan LPEI) berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Kekayaaan Negara (DKN) pada Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Direktorat ini selaku pemegang saham lima perusahaan perseroan itu.

Media internal yang diterbitkan DJKN, Media Kekayaan Negara Edisi No. 32 Tahun X/2019, menyebutkan, PT SMI merupakan SMV yang yang didirikan pada tanggal 26 Februari 2009 dengan tujuan untuk mendorong percepatan penyediaan pembiayaan infrastruktur melalui kemitraan dengan pihak swasta dan/atau lembaga keuangan multilateral.

Pendirian PT SMI dilatarbelakangi oleh hasil pertemuan Infrastructure Summit 2005 dan upaya mewujudkan pengembangan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur. Diharapkan dapat memobilisasi sumber-sumber dana jangka panjang, baik dari dalam maupun luar negeri, ke dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.

PT SMI memiliki tiga pilar bisnis utama. Pembiayaan dan investasi, berupa pinjaman dengan skema konvensional maupun syariah dan penyertaan modal. Kedua, jasa konsultasi melalui penyediaan tenaga profesional dan ahli di bidang infrastruktur. Ketiga, Pengembangan proyek dengan melakukan penyiapan proyek infrastruktur.

Karakteristik pembiayaan PT SMI berbeda dengan pembiayaan perbankan. PT SMI memberikan pembiayaan ke proyek infrastruktur dengan karakteristik pembiayaan berupa tenor yang lebih panjang, suku bunga kompetitif, produk pembiayaan yang inovatif, skema pembiayaan yang fleksibel, dan memiliki multiplier effect yang besar.

Pinjaman pembiayaan proyek pembangunan ruas jalan Kendari-Toronipa tenornya selama lima tahun. Terhitung dari penarikan pertama sampai tahun 2025. Grace period-nya 20 bulan. Apa itu grace period?

Sederhananya begini. Jika kita mengambil kredit di lembaga pembiayaan, ada yang namanya jatuh tempo. Kalau sudah jatuh tempo dan belum mampu bayar, kena denda. Pembayaran jadi dobel. Tagihan rutin plus dendanya.

Grace period hadir untuk mengurangi resiko itu. Merupakan masa tenggang setelah jatuh tempo pembayaran pinjaman tanpa penghitungan denda. Nah, masa tenggang pinjaman Pemprov Sultra ke SMI setelah jatuh tempo adalah 20 bulan.

Jadi, kalau misalnya Pemprov Sultra tidak sanggup melunasi “cicilan” saat jatuh tempo di tahun 2025 mendatang, kita masih diberi kesempatan satu tahun plus delapan bulan untuk membayarnya tanpa dikenakan denda. Beda dengan cicilan motor kita, bukan? Hehehe.

Itulah sebabnya Gubernur Sultra sebelumnya, Bapak Nur Alam, juga melakukan skema pinjaman serupa di saat kepemimpinannya. Idealismenya persis sama dengan Gubernur Ali Mazi. Bahwa daerah tidak bisa dikelola hanya dengan mengandalkan kerja-kerja business as usual. Andalkan APBD rutin saja. Harus ada sumber pendanaan lain untuk memacu pembangunan di Sultra.

Pemprov Sultra di bawah kepemimpinan Gubernur Nur Alam meminjam uang dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Nilainya Rp 400 miliar lebih. Hasilnya, Rumah Sakit Bahteramas dan sejumlah ruas jalan di beberapa kabupaten/kota.

PIP ini adalah BLU. Apa itu BLU? Adalah lembaga milik pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan pencarian keuntungan, dengan kegiatan yang berprinsip efisiensi dan produktifitas. Supaya mudah membayangkannya, Universitas Halu Oleo itu adalah lembaga pemerintah yang berstatus BLU.

Tahun 2015 silam, PIP kemudian dimerger dengan PT SMI. Aset PIP digabung ke SMI. Jadi sesungguhnya, PIP di masa Gubernur Nur Alam dan SMI di periode Gubernur Ali Mazi adalah lembaga pembiayaan pembangunan dengan mandat yang sama.

Saat ini, masih ada lembaga bernama PIP yang menjadi agen khusus. Namanya sama. Namun, mandatnya sudah lain. PIP yang sekarang diberi mandat penyaluran pembiayaan ultra mikro. Ini menarik untuk kita cermati. Bisa menjadi solusi bagi pembiayaan usaha ultra mikro kita. Sudah mikro, ultra pula. Kayaknya banyak di Sultra. Yah, Siapa tahu yaro…

Itu dulu, nanti kita lanjut…

 

Oleh : Andi Syahrir
Penulis merupakan Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Tenggara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini