ZONASULTRA.COM, KENDARI – Seorang warga Kota Kendari, Hansen Tiendri Suardi alias Frans merasa lahannya yang ber-sertifikat hak milik (SHM) diduga telah diserobot oleh salah satu oknum bernama Nur Alamsyah. Atas hal tersebut ia pun melakukan upaya menuntut keadilan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Lahan Frans sendiri berada di Jalan Martandu, Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), tepat di samping salah satu dealer motor.
Saat ditemui di kediamannya, Frans menjelaskan, dirinya baru mengetahui lahannya diserbot beberapa bulan lalu. Bahkan sudah berdiri sebuah bangunan dalam tahap pembangunan.
Meski sudah diberi somasi dan dilaporkan ke Polsek setempat dan Kantor BPN Kendari pembangunan tetap berjalan.
Luas lahan sesuai dalam SHM seluas 1.412 meter persegi (m2). Sementara luas lahan Nur Alamsyah (Dibeli dari Muhamad Alim Haji) seluas 1.564 m2 tepat berada disamping lahan milik Frans.
Menurutnya, sejak tahun 1996 lahan Nur Alamsyah yang dibeli dari Muhamad Alim Haji, sampai saat ini belum dibalik nama ke Nur Alamsyah sebagai.
Menjadi permasalahan, mengapa hasil ploting yang di terbitkan oleh BPN Kendari lebih luas dari luas di sertifikat milik Muhamad Alim Haji.
Apabila merujuk dari akta jual beli nomor 594.4/284/1996 antara Muhamad Alim Haji dan Nur Alamsyah, akta itu tertulis bahwa luas tanah yang di beli Nur Alamsyah hanya 1.375 m2 yang artinya masih ada sisa tanah seluas 189 m2 milik Muhamad Alim Haji.
Sementara bangunan yang didirikan oleh Nur Alamsyah telah melewati batas lahan atau sudah memasuki tanah yang dimiliki Frans sekitar 500 m2.
Kemudian, bila luas diukur melalui aplikasi “Sentuh Tanahku” luas lahan yang ada cukup dan sesuai ukuran lahan Nur Alamsyah pada sertifikat.
“Saya sudah menyurati saudara Nur Alamsyah melalui somasi tanggal 9 Februari 2021 yang menerangkan bahwa bangunan yang ia bangun sudah melewati batas tanah, namun yang bersangkutan tetap melanjutkan bangunannya,” ujar dia, Kamis (3/6/2021) malam.
Tak berhenti disitu Frans telah megadukan kasus dugaan penyerobotan lahan tersebut ke Kepolisian Sektor (Polsek) Poasia sejak tanggal 16 Maret 2021.
Pengakuan Frans, pihak Polsek Poasia telah memanggil pihak teradu untuk dimintai keterangan. Setalah itu, pihak Polsek Poasia menelpon salah satu pegawai BPN Kota Kendari, untuk meminta agar BPN Kendari melakukan pengembalian batas.
Menurut BPN yang bisa dilakukan pengukuran obyek, dimana mereka yang punya sertifikat diminta untuk menunjuk
batas masing-masing.
“Bagi saya ini tidak akan menyelesaikan permasalahan,” ujarnya.
Atas alasan itu, Polsek Poasia kemudian menyurat ke BPN Kendari, untuk dilakukan pengukuran obyek tanah, yang suratnya diterima langsung oleh bagian Seksi Sengeketa BPN Kendari.
Tak lama kemudian, BPN Kendari melalui kepala seksi pengukuran mengeluarkan undangan identifikasi lapangan. Dan pengukuran identifikasi lapangan sudah dilaksanakan pada tanggal 9 April 2021.
Namun pascakegiatan pengukuran identifikasi lapangan yang dilakukan bersama, sampai saat ini pihak BPN Kendari belum memberikan berita acara hasil identifikasi lapangan tersebut.
Kata Frans pihak Polsek Poasia Kendari juga sudah dua kali memanggil pihak BPN Kota Kendari untuk memberikan jawaban soal hasil identifikasi, namun jawaban yang diberikan belum ada dan masih sementara diolah.
Bahkan untuk memastikan haknya tidak diambil, dia bersama sejumlah anggota Polsek Poasia mendatangi BPN Kendari. Kedatangan tidak lain hanya untuk menanyakan hasil identifikasi lapangan.
Alhasil, pihak BPN Kendari masih sama dengan jawaban sebelumnya ketika memberikan konfirmasi ke pihak Polsek Poasia. Bahkan saat itu, jawaban lain BPN Kendari akan didudukan dan diatur untuk diluruskan letak tanah dan sertifikat miliknya dianggap mal administrasi.
“Sertifikat saya merupakan prodak BPN namun malah disebut mal administrasi, kok sampai bisa gitu. Selanjutnya posisi letak tanah saya dan Nur Alamsyah tidak saling tumpang tindih, namun BPN tidak mau mengeluarkan surat pengukuran batas,” ujar Frans lebih lanjut.
Sehingga dari hal tersebut dan ketidakjelasan BPN Kendari menyelesaikan sengketa lahan, ia meminta agar BPN Kendari serius menangani tuntutannya.
“Yang saya minta hanya berita acara hasil identifikasi lapangan, namun BPN seakan-akan mengabaikan dengan alasan belum ada, dan masih diolah datanya padahal pengukuran dilakukan sudah hampir 2 bulan yang lalu, tapi hasilnya kok belum ada,” imbuhnya.
Frans menambahkan, kasus sengketa lahan juga sudah diadukannya ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra).
Harapannya ORI dapat memberi perlindungan dan kepastian hukum atas tanah saya yang bersertifikat itu. Hingga berita ini ditayangkan, pihak BPN Kendari belum dapat memberikan keterangan. (*)
Editor: Ilham Surahmin