TPP Calon Ketum KONI Sultra Disebut Didesain Untuk Menangkan Agista Ariyani

Ahmad Wahab KONI Sultra
Ahmad Wahab

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pencalonan istri Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Agista Ariyani sebagai bakal calon Ketua Umum Komite Olahraga Nasional (KONI) Sulawesi Tenggara (Sultra) disoal oleh salah satu Ketua Umum cabang olahraga beladiri Wushu, Ahmad Wahab.

Ahmad menuding Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) Calon Ketua Umum KONI Sultra didesain untuk memenangkan istri Ali Mazi itu secara tunggal. Dia mengaku keberatan dan mengajukan protes terhadap beberapa persyaratan yang ditetapkan atau dihilangkan.

Ahmad menguraikan, beberapa kejanggalan itu, pertama dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) KONI Sultra (30/8/2019) lalu, salah satunya terkait syarat calon, beberapa syarat calon ketua dari hasil RAT KONI Pusat disinyalir sengaja dihilangkan.

Di antaranya, lanjut Ahmad, sebagai calon Ketua KONI harus berwarga negara Indonesia, dan berdomisili di Sultra, dibuktikan dengan KTP dan KK. Kedua, calon Ketua KONI harus pernah menjabat sebagai Ketum KONI kabupaten/kota atau ketum pengprov cabor.

Baca Juga : Hadapi Istri Ali Mazi, Rusmin Tak Gentar Maju Pemilihan Ketua KONI

Selanjutnya, atau pernah menjabat unsur pimpinan KONI provinsi minimal 1 periode kepengurusan dan dibuktikan dengan surat keputusan yang ditanda tangani oleh ketua umum organisasi 1 tingkat diatasnya.

“Jadi acuan itu dihilangkan, padahal dua poin itu sangat penting. Bagaimana bisa pengelolaan KONI Sultra berjalan efektif jika ketua terpilih nanti tidak berdomisili di Sultra. Apalagi kalau tidak punya pengalaman khusus di bidang olahraga,” tegas Ahmad Wahab di salah satu hotel di Kendari, Minggu (22/9/2019).

Dia menuding, Agista Ariyani memiliki KTP yang tidak berdomisili di Sultra dan tidak pernah menjabat sebagai ketua khusus pada bidang olah raga. Tapi , kata dia, karena poin syarat dihilangkan, dengan mudah istri Ali Mazi itu bisa diloloskan.

Ahmad Wahab juga meminta, agar Tim TPP tidak meloloskan bakal calon Ketua KONI Agista Ariyani Bombay. Pasalnya, menurut Ahmad, status Agista sebagai istri dari Gubernur Sultra, ketua TP – PKK, dan juga ketua Deskranasda bertentangan dengan undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional.

Ahmad memaparkan, dalam pasal 40, menjelaskan bahwa pengurus KONI pusat dan KONI provinsi, atau KONI kabupaten/kota bersifat mandiri, tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik. Frasa kata mandiri, disebut Ahmad menjadi poin penting Agista untuk didiskualifikasi.

“Yang dimaksud mandiri dalan pasal 40 itu adalah agar KONI bebas dari pengaruh dan intervensi dari pihak manapun untuk menjaga netralitas dan menjamin keprofesionalan pengelolaan olahraga. Agista satu calon memiliki keterkaitan dengan jabatan publik atau jabatan struktural. Tentu, hal itu sudah tidak sesuai amanah undang-undang,” tandasnya.

Lalu, kejanggalan lain, beber Ahmad, soal rancangan syarat calon yang ditetapkan dalam RAT sangat berbeda dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh Tim TPP. Dalam suratnya, Tim TPP menerangkan, apabila Ketua Umum KONI kabupaten/kota dan ketua umum pengurus cabor berhalangan hadir dapat didelegasikan kepada ketua harian atau unsur wakil ketua, bersama sekretaris umum masing-masing bertanda tangan.

Baca Juga : GOR KONI Sultra, Nasibmu Kini

Padahal, tutur Ahmad, dalam RAT Pusat sebenarnya apabila ketua umum KONI kabupaten/kota dan ketua umum cabor provinsi berhalangan hadir dapat didelegasikan kepada sekretaris umum dan juga bisa bertanda tangan. Ahmad menilai, TPP sengaja menambahkan poin klausul syarat dukungan itu.

“Akibat tambahan klausul yang ditetapkan tim TPP, kami sebagai calon, mulai dari pendaftaran hingga saat ini tidak memperoleh tanda tangan dukungan ketua/ketua harian dan wakil ketua sehingga surat dukungan kami dianggap tidak sah dijadikan syarat pencalonan,” imbuhnya.

Kemudian, kejanggalan lain adalah soal hak suara dalam pemilihan Ketua KONI Sultra yang dipisahkan dari unsur KONI 17 kabupaten/kota dan hak suara cabor.

Dalam keputusan yang dianggap sah, tim TPP mensyaratkan agar calon ketua KONI harus mendapat dukungan 30 persen atau sama halnya harus mendapat 6 dukungan dari total 17 KONI kabupaten/kota yang ada. Dan juga disyaratkan harus mendapat dukungan 30 persen atau 12 dukungan dari 37 cabor yang ada.

“Kenapa tidak disamakan saja hak suaranya. Mengapa meski dipisah soal suara dukungan. Jadi kita disyaratkan dapat 30 persen dukungan dari KONI kabupaten/kota dan dapat dukungan 30 persen dari cabor yang ada. Oleh TPP dianggap tidak sah, kalau kita dapat dukungan 30 persen hanya dari cabor saja. Jadi harus dapat juga dukungan 30 persen dari KONI kabupaten/kota. Kenapa tidak digabung saja,” urainya.

Ahmad Wahab mengaku, dengan keanehan yang ada dalam persyaratan pencalonan ketua KONI Sultra, patut diduga, proses penjaringan dan penyaringan calon ketua KONI diinterfensi dan disusun secara terstruktur, sistematif dan masif untuk memudahkan dan memenangkan Agista Ariyani secara aklamasi.

Sekretaris TPP Ketua Koni Sultra Zuumi Kudus saat dikonfirmasi mengaku, untuk sementara belum bisa menjawab keberatan yang dimaksud. Dia menerangkan, ada beberapa alasan sehingga belum mau menanggapi tudingan itu.

“Surat tidak ditujukan kepada Tim TPP. Kedua, Tim TPP belum selesai memvalidasi dan memverifikasi surat dukungan dan menetapkan secara resmi calon Ketua Umum KONI. Dan ke tiga surat tidak ditandatangani oleh yang keberatan,” jelas Zuumi saat via whatsapp kepada jurnalis Zonasultra, Senin (23/9/2019).

Menurutnya, kalau Ahmad Wahab keberatan silahkan saja, tetapi bagi Zuumi, tidak ada yang substansi dari keberatan itu karena telah dusepakati dalam RAT. (A)

 

Kontributor : Fadli Aksar
Editor : Abdul Saban

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini