ZONASULTRA.COM, KENDARI – Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) terus melakukan pengembangan terhadap kasus dugaan aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan PT Obsidian Stainless Steel (OSS).
Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt menjelaskan, pihaknya saat ini masih melakukan penelitian dan penyelidikan oleh penyidik Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) untuk rencana pemeriksaan saksi-saksi.
“Proses masih berjalan, penyidik masih melakukan penelitian, nanti siapa-siapa yang akan kita panggil, baik sebagai saksi ahli, ataupun memang betul-betul mengetahui kemudian mendengar maupun melihat daripada aktivitas itu,” terang AKBP Harry kepada awak media, di Mapolda Sultra, Senin (1/7/2019).
Baca Juga : PT OSS Diduga Menambang Ilegal, Polisi Sita 117 Alat Berat
Polisi berpangkat dua bunga di pundak ini mengungkapkan sangat berhati-hati mengusut kasus ini. Sehingga pihaknya melakukan kajian dan penyelidikan sejak tiga bulan yang lalu untuk kemudian membongkar dugaan aktivitas penambangan ilegal itu.
“Kami tentu harus hati-hati dalam melakukan proses penindakan, sehingga penyelidikkan yang cukup lama hampir memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Penyelidikan terhadap dokumen-dokumen yang dimiliki, siapa-siapa yang terkait dan penyelidikan terhadap operasional dan kegiatan mereka di lapangan,” jelasnya.
Harry menegaskan, PT OSS menabrak berbagai regulasi, antara lain tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) dan tidak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) saat mengeksploitasi tanah uruk di hutan konservasi.
Sebelumnya, tim penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra menyita 117 alat berat di Desa Tanggobu, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Jumat (28/6/2019) sekitar pukul 10.30 Wita.
Baca Juga : Bantah Menambang Ilegal, PT OSS: Tanah Uruk Dibeli dari Pihak ke Tiga
Adapun 117 barang bukti berupa 81 unit dump truck, 33 excavator, dua loader, dan satu buldoser saat tengah beroperasi.
Aktivitas PT OSS itu melanggar pasal 89 ayat (2) huruf a, b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan belum memiliki IUP melanggar pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Atas dugaan aktivitas penambangan ilegal tersebut, PT OSS terancam pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun, serta denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Sementara Deputy Site Manager PT Virtue Dragon Nickel Industry Park (VDNIP) Rusmin Abdul Gani mengklaim, pihaknya selama ini melakukan kontrak kerjasama dengan pihak ketiga antara masyarakat pemilik lahan dan kontraktor membeli tanah uruk untuk digunakan sebagai bahan timbunan pondasi struktur bangunan sejak 2015 lalu. Ia menegaskan tanah uruk itu bukan untuk bahan produksi.
“Berdasarkan kontrak itu tadi, semua proses pengambilan tanah urukan ini kewenangan kontraktor dan masyarakat. Kami tidak tahu tanah itu mau dari hutan lindung, dari laut dan sebagainya, yang jelasnya kami terima dalam bentuk gelondongan dari pihak ketiga,” ungkap Rusmin di salah satu kedai kopi di Kendari, Sabtu (29/6/2019).
Menurutnya, pihak perusahaan tidak pernah mengurus izin untuk aktivitas tambang galian tipe C, melainkan pihaknya sendiri, hanya melakukan operasi pemurnian bahan mentah ore nikel menjadi veronikel di kawasan PT VDNIP di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe. (a)